“Dan kita
akhiri perjalanan cinta kita di bulan ini, October…setelah masing-masing kita
mencoba segala cara untuk tetap berdiri bersama, mencoba utuh dalam satu,
mencoba bersama, namun sudah cukup airmata, sudah cukup tekanan jiwa, kita
berdua….kini jiwa yang merdeka”
Berawal dari postingan salah seorang teman
pecinta alam di halaman facebooknya berupa sepasang HT yang akan dia pergunakan
saat mendaki di Gunung Ceremai, Cirebon Jawa Barat, hati saya berkata “this is
it…saya harus mulai bisa mencari kesibukan yang kembali membuat saya larut
dalam kebebasan dan ketenangan untuk jangka waktu yang lama, bukan sementara,
bukan pelarian, bukan dengan cinta yang baru, bukan pula dengan orang yang
bilang I love you…(terima kasih mak
geboy…perjalanan ke gunung ciremai ini, membangunkan kembali jiwa petualang
saya yang sempat tertidur lama *prikitiiiiiiiw).
Seperti biasa, saat hobby berganti, alat
pendukung hobby bisa dipastikan pindah ke dimensi lain dan tak bisa ditemukan
kembali, kali ini menimpa ransel dkk. Setelah hampir 3 tahun menghabiskan
liburan dengan passport dan Negara yang membuat dompet tipis sepulang liburan,
saya kembali berniat naik gunung dan tanpa menunggu lama, setelah jam kerja
saya langsung mendatangi toko penjual alat-alat berpetualang. Saya memilih toko
dikawasan Cipulir, Jakarta Selatan untuk membeli ransel 75 liter yang nantinya
akan menemani saya mendaki Gunung Ceremai.
(Gunung Ceremai,
seringkali secara salah kaprah dinamakan "Ciremai") adalah gunung
berapi kerucut yang secara administratif termasuk dalam wilayah tiga kabupaten,
yakni Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, Provinsi
Jawa Barat. Posisi geografis puncaknya terletak pada 6° 53' 30" LS dan
108° 24' 00" BT, dengan ketinggian 3.078 m di atas permukaan laut. Gunung
ini merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat.
Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah barat yang
beradius 400 m terpotong oleh kawah timur yang beradius 600 m. Pada ketinggian
sekitar 2.900 m dpl di lereng selatan terdapat bekas titik letusan yang
dinamakan Gowa Walet.
Kini G. Ceremai termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional
Gunung Ciremai (TNGC), yang memiliki luas total sekitar 15.000 hektare.
Nama gunung ini berasal dari kata cereme (Phyllanthus acidus,
sejenis tumbuhan perdu berbuah kecil dengan rada masam), namun seringkali disebut Ciremai, suatu gejala hiperkorek
akibat banyaknya nama tempat di wilayah Pasundan yang menggunakan awalan 'ci-'
untuk penamaan tempat.) sumber: Wikipedia.
Kamis malam, 09 October 2014
Seperti
biasa, saya selalu menguhubungi salah seorang sahabat saya, kklejid saat saya
melakukan ritual packing, bukan apa-apa, saya itu suka ga tanggung-tanggung
kalau packing, suka ga bisa bedain mau ke puncak gunung atau mau ke atau mau ke
st. peter, baju yang dibawa
bisa buat porter atau bellboy melotot keberatan saat angkat tas saya hehehe,
beruntunglah sedikit demi sedikit kebiasaan itu hilang. Sambil terus packing,
kklejid tak berhenti memberi wejangan ke saya apa yang boleh dilakukan di
gunung yang konon kabarnya sangat angker tersebut dan yang tidak boleh
dilakukan, dan seperti biasa: “ingat ya mbok, ga boleh ngomong F word, MF word
endersa endersu. (angker mana ama jalanin
hubungan tapi ga punya quality time? Hah? Hah? Angker mana coba?
*usapairmatapakeujungdaster). Selesai packing, saya mencoba tidur, mencoba
mengistirahatkan isi kepala agar berhenti bertanya…”salah saya apa ya sampai
dia tega begitu…” akhirnya saya terlelap dalam gelap.
“Kembali
mencoba menggapai mimpi dengan asa yang kehampaan, merindukan tenangnya
tersenyum dalam dekap kenyamanan, cinta… walau akhirnya dipaksa terjaga dalam
satu hentakan bernama realita…kita berdua…kini sudah tak ada “kita” diantara
kita”
Jumat Malam,
10 October 2014
Greg: “are
you sure?”
Saya: “yup”
Greg: “balik
utuh ya, kan mau nemenin saya mancing di pulau seribu”
Saya: “hahaha…oke
boss” jawab saya sambil memasukan kapak lipat kedalam keril
Greg: “mau kemping atau cari bushmeat sih? Bawa
alat algojo gitu” tanyanya sedikit protes melihat kapak yang saya bawa.
Saya: “just in case ada abg abg berdarah yang
bikin emosi, kan ga perlu banyak omong tinggal tebas” jawab saya asal
Greg: “hahahaha sakit jiwa”
Greg…
Kita hampir pacaran, tipe orang yang suka
muncul disaat yang tepat dan menghilang disaat tidak tepat, Indo, 185cm, cut,
muscle, brainy, good looking, gaynizer, mapan, sedikit bangsat, hobby mancing
dan segala sesuatu yang berbau taruhan.
Greg: “harus ke gunung ya biar lupa sama
dia?” tanyanya menyelidik
Saya: “Kepo nih yee..ini bukan dalam rangka
melupakan or melepas galau, udah lama aja ga angkat ransel”
Greg: “ga mau angkat yang lain aja mike?,
ucapnya sambil kasih kode begituan”
Saya: “hahaha…nice try…jadi mau anter atau
ga? Tanya saya
Greg: “alrighty…abis naik gunung gimana?, (tetap usaha ya nih kunyuk satu)
Saya: “teman-teman saya sudah kumpul
pastinya, ayo turun. Saya menarik lengan kekarnya agar cepat menuju lobby
Sepanjang perjalanan menuju terminal kampung
rambutan kami tidak banyak bicara, sesekali dia mengusel ngusel rambut saya dan
masih aja usaha supaya saya berubah pikiran, dia khawatir katanya, khawatir
kalau victoria beckham bakal digigit binatang liar (sebuah alasan murahan berdasarkan usaha akan niat tertentu yang sama
sekali tidak cerdas…cih). Saat mobil yang kami tumpangi hampir memasuki
kawasan terminal, greg sempat bertanya, sebuah pertanyaan yang membuat saya
meremas topi yang saya bawa…
Greg: ”masih kepikiran dia ya?” tanyanya
datar namun dalam
saya membalas pertanyaan dia dengan pelukan
selamat tinggal dan ucapan terima kasih sudah diantar dan dibantu packing, saya
tidak berani memandang mata berwarna coklat muda itu, khawatir dia melihat ada
bentukan airmata yang terbendung dimata saya…
dalam hati saya bergumam, ”kepikiran?
Kepikiran?” ya menurut loe aja greg *tendangjaguarnya.
Orang yang pertama yang saya jumpai adalah andhika,
lalu tante lin, arin, doris, raja (zzzz ada cerita tentang dia nanti…bukan
romansa, tapi bikin emosi jiwa) mak ade, seorang teman lama yang karena dialah
saya bisa bergabung di perjalanan ini. Lalu berturut turut taufik, erik, yudi
dan doris. Tak ketinggalan alm. Bang muchtar, R.I.P man.
Soto Ayam
Gerobakan, Bus AC Alam, Copet Dalam Bus, Drama supir dalam kota…
Setelah berkenalan dengan beberapa pendaki
dan bertukar kabar dengan teman lama yang bertemu kembali di terminal kampong rambutan,
saya, tante lin, arin pun sepakat untuk isi perut dulu di soto ayam sekitar
terminal, soto ayamnya lumayan, setelah kenyang, kami kembali ke meeting point,
bersiap siap menuju bus yang akan membawa kami ke kota kuningan, jawa barat ,
saya memikirkan bus ac yang tenang, jok kulit khas bus antar kota yang siap
mengantar mimpi dalam panjangnya rute yang ditempuh hingga terjaga dengan
senyum dan badan yang fit setelah tenaga terisi, tapi kenyataan berbanding
terbalik dengan keadaan wahai pembaca yang budiman, sesampainya kami di shelter
bus yang ke arah kuningan, yang kami jumpai adalah: bus butut dengan cat yang
sudah tidak jelas warnanya, berikut calo dan entahlah siapa itu laki-laki lain
yang bergerombol disekitar bus sibuk dengan lembaran uang dan tiket lusuh…apa?
Kondektur? Ya mungkin saja, seingat saya mereka tetap ngotot minta IDR.60.000
untuk sekali jalan ke dari terminal kampong rambutan ke kota kuningan, saya dan
beberapa teman menunggu komando dari mak geboy dan doris, setelah mereka deal,
berangkatlah kami menuju kota kuningan dengan bus ini…bismillah..saya
menyusupkan doa dalam langkah pertama saya menuju bus.
Menunggu dengan kantuk dan lelah, berharap
supir bus secepat mungkin menggerakan mobil ini menuju kota tujuan ternyata
sama dengan “berharap mantan pacar minta balik” MUSTAHIL..karena setelah
menunggu satu jam dalam terminal, 46 menit diluar terminal, 1 jam depan pintu
tol, dan 32 menit seberang terminal, barulah bus ini membawa kami meninggalkan
terminal kampong rambutan, meninggalkan sejenak beban pikiran saya di Jakarta,
membawa saya ke tempat baru yang saya harapkan dapat setidaknya menipiskan
sedih saya.
“Waktu
perlahan maju, malam kian larut, dan kuhabiskan setiap menitku dengan sesalku,
ah seandainya saja kita tidak pernah bertemu, isakku, perlahan berlalu”
Taufiq rekan saya tertidur pulas menikmati angin
malam dari kaca samping jendela sebelah kanan saya yang terbuka, disamping
taufiq ada beberapa abg-abg jenis terong terongan yang konon baru kali ini
hendak mendaki gunung, (sangat terlihat
dari gayanya yang lebih cocok dipakai saat berkunjung kerumah sanak saudara
dikampung saat lebaran a.k.a rapi jali). suasana dalam bus pun tidak bisa
dikatakan hening, music dangdut khas pantura terus menjerit jerit dari
soundsystem bus yang cukup untuk membangunkan warga sekampung, tapi herannya
semua penumpang terbuai mimpi, saya mencoba terbuai juga, tapi apa dikata,
kursi plastik bus ac by nature ini membuat panas pantat saya, belum lagi bonus
nyamuk yang tiada puasnya gigit kanan gigit kiri, taufiq lelap dalam mimpi, dan
disaat saya hampir mencapai buaian surgawi dengan iringan musik dangdut yang
terdengar sampai bus sebelah, kondektur bus membangunkan kita semua: “kita akan
memasuki kawasan Palimanan, (Palimanan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten
Cirebon, Provinsi Jawa
Barat) jangan terlalu nyenyak tidurnya, kawanan
copet mau naik!!! Bangun bangun, bangun dulu kang, mas, mang, sus, shay (boong ding, dia ga bilang shay hehehe) “kampret”
saya mengumpat, semoga beneran copet ya, kalau sampai becanda, saya jorogin nih
kondektur, saya menggerutu, saya hampir saja, hampir satu centi mencapai mimpi,
mimpi duduk diatas seng panas…tetapi, apa yang diperingatkan kondektur bus
benar adanya, tidak lama bus berhenti dan terdengar gedoran dipintu belakang,
naiklah 3 orang cungkring dengan gaya busana yang seolah olah berteriak kepada
penumpang yang terkantuk kantuk “HELLOOOOOOW, copet nih, kacamata hitam ala rapper
yang tetap dipakai saat waktu menunjukan pukul 3.00 W.I.B, t-shirt warna hitam,
celana panjang kargo gombrong yang menyebar aroma anti nyamuk alias bau sangit,
dan sepatu canvas yang pastinya tidak pernah mengenal kata-kata “CUCI DULU YUK
SHAY”. Trio copet ini maju ke barisan depan, menghampiri teman saya doris,
bahkan ada satu yang konon sempat megang-megang doris, pahanya pula, (OMG, kenapa bukan saya aja sih yang digrepe
grepe? Kurang apa saya pet? Saya udah pake celana pendek, udah waxing, udah
mandi kembang, udah makan kembang, ga pake celana dalam, kenapa pet? Kenapa?
*sambitchanel).
Saya hanya memperhatikan sebentar, saya malah sibuk
dengan nyamuk keparat dan…ya Tuhan ingin rasanya saya keluar dari jendela
karena pantat saya makin panas dan tepos, soal copet, Insya Allah aman, saya
belum ambil uang tunai, yang saya bawa hanya rindu, cinta dan niat tulus *dijoroginpembacakeluarbus.
Sampai di Palimanan, saya berpikir kalau siksaan pantat
panas membara kursi bus neraka selesai, alias bisa cari angkot lalu menuju
terminal maja, ketemu dengan pak ranger, istirahat makan siang, bobo siang, nonton dvd, trus ke PS beli
cemilan #eaaaaa…trus menuju pos satu gunung ceremai a.k.a pos apuy trus
manjat deh.
Tetaaaaaaaapi…eits…ternyata belum selesai dramanya,
setelah hampir putus asa dengan beberapa supir angkot yang minta harga tinggi, akhirnya
kami dapat juga supir angkot yang deal dengan harga IDR. 200.000, supir ini
bilang dia hapal jalan dan paham betul seluk beluk kota ini dan pastinya
terminal maja tujuan kami. kang jaha namanya, nama panjangnya…jahanam raya…
Angkot kang jaha (sebutlah namanya begitu, dan tunggu
sampai selesai ceritanya) membawa kami ke terminal MAJA terminal tujuan meeting
point kami dengan mang kacang, (supir
yang akan membawa kami ke posko apuy). Selang 15 menit perjalanan menuju
terminal MAJA, saya dan beberapa kawan merasakan kejanggalan, kok kita malah
menjauhi gunung Ceremai ya, salah satu kawan , doris memastikan ke kang jaha,
kalau kita salah jalan, kang jaha tetap pada pendiriannya, setelah satu jam
mencari arah yang tak pasti (kayak
hubungan saya kemarin gitu sih..ga jelas mau kemana, jadinya putus deh)
akhirnya erik dan taufiq berinisiatif buka google map, kang jaha tetap membawa
kita menuju terminal yang ternyata adalah terminal MAJALENGKA, pantes aja ga
ketemu, lha wong itu dua tempat yang berbeda, dan berlawanan arah, setelah tahu
ternyata dia salah, dia hanya komen: “saya kan supir baru, bukan dari daerah
sini, wajar ya kalau saya kesasar, ya kenapa juga namanya maja sama dengan
majalengka, kan saya ga tahu”
Saya: “nah akang bilang tadi katanya hapal jalan disini,
gimana sih?
Kang Jaha: “ya itukan tadi sebelum kesasar”
Saya: *&%$#^&*
apa coba namanya kalau bukan jahanam raya?
Terminal Maja, 11 October 2014, 11.00
W.I.B
Bertemu kang kacang, salah seorang rekan
ranger yang akan membawa kita ke pos apuy. Beliau sudah siap dengan mobil pick-upnya
di terminal Maja (Kecamatan Maja
adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Majalengka. Kecamatan Maja terletak di
bagian transisi antara wilayah Tengah dan Selatan Kabupaten Majalengka.
Kecamatan Maja memiki batas wilayah dengan: Utara : Kecamatan Sindang,
Kecamatan, Sukahaji, Kecamatan Cigasong dan Kecamatan Majalengka. Selatan :
Kecamatan Bantarujeg dan Kecamatan Banjaran. Barat : Kecamatan Majalengka dan
Kabupaten Sumedang. Timur : Kecamatan Argapura.)
Selesai dengan belanja perbekalan di minimart
yang berdiri persis didepan terminal maja, mobil pick-up kang kacang langsung membawa
kami ke rumah pak dadang, (ranger senior
yang meninggalkan saya hanya demi penyanyi dangdut cap jenggot yang akhirnya malah
menyusahkan pak dadang…ahahaha sukurin!)
Makan Siang dan PHP... Setibanya dirumah pak dadang, kami disambut
beliau dengan sukacita, makan siang sudah disiapkan beliau, berikut bekal kita
selama di puncak Ceremai nanti (ayam goreng, oreg tempe, nasi putih), saya yang
sudah sangat senang bertemu beliau, harus mengeluarkan kata kata mutiara khas
saya “MotherFucker” karena demi melihat bentuk ransel saya yang sebesar kulkas
dua pintu lengkap dengan drawer portable dikiri kananya, pak dadang tega
meninggalkan saya, pak dadang memilih dia, pria berjanggut yang saat itu memang
dandanannya lebih sengkrilip dari saya, lebih silau dari matahari diatas
Banjarmasin jam 2 siang saat kemarau, pake jeans baru, earphone baru, kacamata
rayban yang huruf A nya ada dua setelah huruf B RAYBAAN, gaya bicara bak
saudagar berlian lagi cari tanah di daerah sukabumi plus cari selir selusin, (apalah artinya saya, yang saat itu cuma pake:
t-shirt hugo boss putih, short pants Balenciaga, sepatu bally, topi ben Sherman
dan gelang chanel, itu semua ga laku mik disini, mati aja loe sana) sambil
menunggu pengganti pak dadang yang mulai ikrip sama bung rhoma, saya dan kawan
kawan naik ke pick up mang kacang (saya
kadung sebel ama pak dadang jadi ga sempat nanya: “eh kang, kok namanya kacang?
Kenapa ga talas aja? Kan lebih keren tuh, dipanggilnya bisa taro, or talce?
Aseli ga sempat, padahal pengin banget). 6 menit menunggu porter pengganti,
doa pun tak putus putusnya saya panjatkan, agar ada pria gagah perkasa dari
desa manapun itu yang akan membawakan kulkas dua pintu saya sampai ke pos 5 nanti,
kalau tidak ada, terpaksa belati saya keluarkan dan pak dadang saya sudutkan
pada pilihan sulit, bawain ransel saya atau istrinya tidak bisa lagi merasakan
kenikmatan dunia. Tuhan memang baik, munculah ia, pria muda dengan tinggi
sekitar 175cm, otot khas pemuda daerah pemain sepak bola dan olahraga lainnya,
kulit sawo matang, garis wajahnya indo
(bayangin aja mukanya rasya anaknya tamara blez) namanya dikih…saya pun
otomatis memanggilnya DHICKYYYYYYYYYYY…thanks God udah nyelamatin kaki dan
punggung saya…(duh dick map ya kerillnya
berat, atau dadang aja yang bawa kita gandengan tangan sampe puncak? Aku ada
kitkat grinti sama asinan kulit buaya buat kita suap suapan dipuncak. gtu
kira-kira gumaman saya setelah melihat dicky eh dikih)
October 11th 2014, 13.00
– Pos Apuy dan sampah… Setelah perhentian pertama dengan pick-up
kang kacang, kami melanjutkan perjalanan menuju pos 1 apuy dengan berjalan kaki
melewati perkebunan sayur petani setempat, shalat dzuhur dan mengumpulkan air
kami lakukan sebelum mulai mendaki, saat musim kemarau seperti ini, akan sulit
menemukan sumber air minum dijalur pendakian nanti. Belum sempat kaki ini
menapaki jalur pendakian apuy, ada yang aneh dan bikin darah tinggi,
jack…sampah dimana mana ya di pos 1 apuy ini, belum lagi warung yang berdiri di
lokasi pos 1 ini seolah cuek dengan keadaan setempat, “peduli amat ama sampahnya, yang penting pendaki jajan, beres”, gtu
kira-kira kali ya pikirnya, OMG...ada lagi…harga tiket masuk Taman Nasional
Gunung Ceremai tertera IDR. 5000, tapi kami diminta membayar IDR. 20.000 per
kepala, ckckckck..saya curiga mereka mengenali celana Balenciaga yang saya
pakai itu, atau memang mereka mendadak aja naikin harga? Males nanya, liat
sampahnya makin males. Liat dicky aja deh biar seneng.
Pos 2...Jalur menuju pos dua kontur alamnya sama
persis saat kita menuju desa cibeo baduy dalam banten, bukit dan ilalang
sepanjang jalan, beberapa kali melewati tanjakan kecil, lepas 30 menit dari pos
1, kami tiba di pos 2, ngemil buah pear yang dibawa seorang kawan sambil
mengatur nafas dan mengencangkan kaki kembali, disini stamina kawan kawan saya
masih ok. Berlalu 15 menit di pos 2, kami melanjutkan perjalanan menuju pos 3.
Pos 3...Kawasan hutan mulai rapat sepanjang jalur
menuju pos 3, saya, dhika, dorris dan gheboy menembus rimbunnya hutan dengan
keheningan, sesekali kami berhenti untuk mengatur nafas atau sekedar membasahi
tenggorokan dengan air, sambil sesekali memantau rekan kami yang masih
dibelakang, saya baru sadar, dicky meninggalkan saya jauh didepan, duh terserah deh yang penting keril aman ya
dick. Belum lagi sedih lihat banyak sampah tercecer sepanjang jalur…tiba-tiba...ini
dia nih, gantungan botol mineral isi urine atau plastic isi sampah sepanjang
jalan dan tergantung dipohon. Konon ada mitos yg bilang kalau di Gunung Ceremai
kita ga boleh kencing langsung ditanah, but guys, come on, your pee? In the
bottle? Plastic bottle? Come on lah, better pipis biasa aja dan doa minta
selamat, selesai. Ga bikin sampah, ga ninggalin limbah, percaya adat dan
peraturan setempat itu harus, tapi yang bagaimana dulu, kalau yang begini sih
ga harus diikutin. Tolol namanya
Tepat pukul 14.48 kami tiba di pos 3, doris
dan dhika tiba terlebih dahulu, disusul saya dan gheboy, sambil melepas lelah,
tongsis timeeee…dicky pun sudah menanti dengan ekspresi wajahnya yang seolah
olah menyesal tadi bergabung dipendakian ini, apalagi harus bawa lemari. Saya
pura pura ga liat, sibuk foto
Pos 4...Mendaki hingga sudut 45 derajat kami lalui
menuju pos 4, vegetasinya pun mulai rapat, suasana mistis makin terasa, dibeberapa
bagian hutan malah gelap dan tak tertembus cahaya matahari, saya malah
menikmati moment ini, menikmati setiap langkah yang saya jajaki, merasakan
sedih yang mengalir keluar dari keringat, mencoba melupakan dia, melupakan
semua, mencerna kejadian dan semua yang sudah kami lalui, hingga akhirnya saya
dan kawan kawan tiba di pos 4, kembali, kami beristirahat menikmati coklat dan
cemilan lainnya, sambil berdiskusi akan buka tenda dimana, mengingat dari info
yang kami dapat di pos 3, bahwa ada dua orang kawan kami yang kondisinya sudah
drop, maka akhirnya diputuskan kita akan berkemah di pos 5 saja, karena untuk
menuju pos 6 atau goa wallet, dibutuhkan kondisi fisik yang stabil dan fit. tak
lama dicky muncul, wajah imutnya berganti dengan wajah orang yang mau mati,
saya mikir…ada apa sih didalam keril saya, oooh baru ingat!!! Saya bawa 3 lensa
tele hahaha duh tanpa pikir panjang saya pindahkan lensanya ke tas punggung
saya, senyum dicky pun kembali. Lepas 23 menit beristirahat, kami melanjutkan
perjalanan menuju pos 5, sayup sayup saya dengar dicky kembali bernyanyi
nyanyi, hahaha boro-boro tadi mau nyanyi
ya dick, mau nafas aja susye
Pos 5...Alhamdulillah…kami tiba di pos 5, saya,
doris, geboy dan dhika, disusul taifiq dan yang lainnya, saat itu waktu
menunjukan pukul 5 sore, dan dicky dengan wajah hampir putih pun muncul hahaha saya
feel guilty. setelah menerima kembali “lemari” saya dari dicky, saya membongkar
ransel dan mengeluarkan isinya, saya baru ingat ada: tenda kapasitas 4 orang, bahan
makanan untuk dua hari yang disiapkan geboy dan lin, down jacket yang beratnya
sekilo, sleeping bag dua buah, baju buat 3 hari, cemilan seberat 6 kilo, 2 matras,
beauty case dan 6 liter air, sekilas saya menangkap ekspresi terkejut dari
wajah dicky yang kalau diartikan dengan kata kata: “BITCH!!! OMG THAT’S A LOT
OF SHITTTTT IN YOUR BLOODY BAG!!!!WTF!!!…duh
aa dicky maaf ya, ace hardware pindah ke punggung kamu tadi, tar aku kasih
kitkat rasa belacan deh
Lepas magrhib angin dingin di pos 5 makin
terasa kencang, team konsumsi mulai memasak dan menghangatkan makanan, arin
menggoreng cireng, gheboy membuat soto, lin menghangatkan dendeng, dhika buat
air panas, seruuuuu…saya sibuk comot kanan kiri dan buat api unggun bareng
ranger dan dicky setelahnya. Tepat pukul 7 semua anggota kami lengkap, termasuk
dua orang teman kami yang tadi sempat ngedrop, menjelang tidur, saya meracuni
kawan kawan dengan marshmallow bakar, hehehe senangnya mereka suka. Dan tidak
berapa lama, satu persatu kawan saya masuk ke tenda untuk beristirahat, saya
pun tak ketinggalan, baru 18 menit terpejam, mendadak ada suara dangdut dari
speaker rombeng persis dari tenda sebelah, astagaaaaaa…keterlaluan, perlahan
saya bisiki mereka, ralat…lalu saya pun teriak: “WOOOOOOOOOY
BERIIIIIIIISIIIIIIIK” manjur…speaker rombeng itu pun berhenti..dengan kata kata
pengantar “oh punten a punten, maaf maaf silahkan tidur lagi a”
Dag dug dag dug dag dug srek srek ctang ctung
dag dug dag dug…saya terjaga..grrr ini apalagi ya? Astagaaaaaa…oh ternyata ada
rombongan baru datang dan motongin kayu bakar tepat disamping tenda ditepi
telinga saya, suaranya riuh rendah, cenderung berisik, karena rupanya mereka
memotong kayunya bukan dengan kapak, tapi dengan mulut, ga heran berisik, dari
dalam tenda saya menawarkan niat baik: “saya
ada belati yang buat misahin tulang sama daging dan kapak lipat, belum dipake,
ada yang mau nyoba?” ga lama mereka berhenti, kami melanjutkan tidur lagi…tapi…
Kebakaran…kebakaran…kebakaran…(saya nangis
perlahan, Gusti nu Agung mau tidur aja kok yo koyo ngene, *kunyahmelati) demikian seruan itu terdengar berulang-ulang,
bukannya kami tidak peduli, tapi mengingat itu jam 3 pagi dan gelapnya medan
juga area yang tidak kami kenal, kami memilih menunggu para ranger yang
langsung lari mendaki puncak untuk memadamkan api, agar tidak menjalar kemana
mana. Entah karena terlalu lelah atau dingin yang teramat sangat, kami pun
kembali tertidur.. ih kesannya ga peduli ya ama kebakaran, aduh maaf ya, tapi
kita semua mendoakan biar apinya cepat padam dan tidak menjalar kemana mana
kok. amin
Minggu, October 12th
2014 Puncak Ceremai, mistis yang harus diluruskan dan Ego...Minggu pagi yang cerah, dari dalam tenda saya
yang berisi: saya, taufik dan doris, terdengar suara rekan rekan cantik kami
yang tengah membuat sarapan diluar, Alhamdulillah, senang rasanya bisa
istirahat walau nyaris pake belati yang buat tulang semalam. Arin memberikan
saya roti isi dan teh hangat, yang lain saya lihat tampak berkemas menuju
puncak. Tepat pukul 6 kami mulai mendaki puncak, padahal ya rencananya tuh jam
4 pagi ahahaha ya gimana dong jam segitu masih pingsan. Yang namanya menuju
puncak itu ga mudah, dan gunung ceremai termasyhur dengan jalur menuju
puncaknya yang cihuy, oh iya pastikan tidak naik ke puncak gunung ceremai dalam
keadaan belum sarapan, bahaya, jalurnya terkadang menanjak cenderung merangkak
dipenuhi jalur terjal yang lumayan licin meski saat itu bukan musim penghujan,
tetap saja saya terjungkal dengan sukses beberapa kali. Satu jam mendaki kami
tiba di pos 6, ini yang membuat saya kembali jengkel, entah berawal dari mana,
mistis yang mengatakan, bahwa tidak boleh membuang air seni atau kencing
ditanah, bisa kualat, walhasil, sepanjang perjalanan menuju pos 6 juga banyak
sekali sampah botol mineral berisi urine yang tergantung, tergeletak dan
teronggok disetiap pojok batu menuju puncak ceremai, ini harus segera
diselesaikan, lama kelamaan gunung ceremai bisa penuh dengan limbah urin yang tersimpan
di wadah plastic…sungguh jorok sekali. Saya yakin sebenernya dedemit gunung
sini juga udah jengkel sama kelakuan orang-orang tolol ini, udah mit, sentil
aja tititnya klu masih jorok, karena pasti cowok, umm klu cewek gimana caranya
masuk ke botol coba? Okelah..ga usah detail…
Pos 6 atau goa Walet di lereng gunung ceremai (berada di tepi jalur pendakian berjarak
sekitar 200 meter ke bagian atas dari titik pertemuan antara jalur pendakian
dari Apuy, Kabupaten Majalengka dengan jalur pendakian dari Palutungan,
Kabupaten Kuningan. Tepatnya berada di titik ketinggian sekitar 2.950 meter di
atas permukaan laut, bagian barat daya lereng puncak Ciremai) disinilah
awal dari kebakaran tadi pagi, menurut petugas pengelola pendakian Ciremai
jalur Palutungan Endun Abdulah, dan petugas pengelola jalur Apuy Indi,
kebakaran hutan di Goa Walet itu, mulai terjadi sekitar pukul 3.00 W.I.B dan sudah
berhasil dikendalikan serta dipadamkan total oleh para pendaki dan ranger
setempat pada pukul 5.00 W.I.B dari keterangan setempat, asal usul api
kebakaran hutan perdu di area tersebut berasal dari perapian api unggun pendaki
yang ditinggalkan begitu saja, atau bisa saja puntung rokok yang menyulut
tanaman atau belukar kering sehingga membesar terkena angin. Namun, sejauh ini
pihak pengelola pendakian jalur Apuy mapun Palutungan serta pihak BTNGC,
menyatakan tidak sampai mengetahui pendaki atau kelompok pendaki pembuat api
unggun biang terjadinya kebakaran tersebut. Ini adalah pelajaran buat kita
semua agar lebih berhati hati dan bertanggung jawab pada daerah yang kita
kunjungi, jangan sampai kita merusak apalagi menghancurkannya dengan kebodohan
yang tidak seharusnya terjadi. Dan juga beberapa nisan in memoriam rekan-rekan
yang gugur saat berjuang menuju puncak gunung ceremai, doa kami selalu untuk
kalian.
Tepat pukul 09.00 saya tiba dipuncak, menikmati kebesaran ilahi,
sungguh ceremai, kecantikanmu mengagumkan, keindahanmu diketinggian jawa barat
ini tak tertandingi. Terima kasih telah menyambut kami dengan cuaca cerah. Puas bermain main di puncak ceremai, kami kembali turun ke pos 5,
sebagian dari kawan kawan ada yang melihat mampir ke pos 6 atau goa wallet,
saya memilih langsung turun ke pos 5.
Palutungan, Jalur Peri dan indahnya sunyi Setelah menerobos belukar dan semak yang lumayan lebat, rombongan kami
tiba dijalur resmi palutungan, saya duet dengan erik, setelah erik siap dengan
GPSnya, saya siap didepan dengan belati dan kapak lipat dipunggung, kami berdua
langsung tancap gas buka jalan, sebagian kami habiskan berlari menuruni jalur
yang lebih hijau dari jalur apuy, mungkin karena hutannya lebih rapat dan lebih
banyak pohon. Setelah dua jam menuruni puncak, saya dan erik beristirahat
sejenak, baru saja kami hendak membuka bekal…jreeeng..mata saya menangkap papan
peringatan “dilarang berhenti terlalu lama dijalur ini” tanpa ba bi bi saya dan
erik kembali tancap gas, setelah menemukan pos yang lumayan terang, kawasan
terbuka, kami berhenti sejenak, tak lama doris pun muncul, melepas tegang dan
lelah bersama, menyenangkan.
Perjalanan turun masih berlanjut, kali ini saya tercengang dengan
jalur yang cantik, lepas dari pos 5 ada jalur yang kurang lebih mirip wedding
isle, bayangkan Edward Cullen and bella swan (versi sunda boleh, pake blangkon
dan kebaya) nah kiri kanannya hamparan bunga daisy, dibingkai pohon perdu
setinggi orang dewasa, bagai labirin alami membingkai jalur, kurang lebih 30
menit panjangnya, dan harum…saya suka jalur palutungan, cantik dan..edward
Cullen pake blangkon (tuwi uwi uwit, tuwi
uwi uwit backsound resto sunda)
Lepas pos 2 kaki saya mulai mengunci, mau copot rasanya, belum lagi
cadangan air yang mulai menipis, saat saya dan erik juga doris mulai lunglai,
sayup sayup erik mendengar suara motor, ahaaaa…semangat yang erik berikan
membuat saya dan dorris kembali bertenaga, kami langsung kembali fit, menyusuri
jalan dengan semangat baru, tidak berapa lama….horeeeeeeee…hampir pos 1.
Meninggalkan kawasan hutan dan memasuki perkebunan penduduk, saya erik
dan doris sempat berfoto dengan bantuan seorang adik yang baik hatinya dan
bagus fotonya. Tanpa menunggu lama, kami menuju pos 1 palutungan, bersih bersih
dan indomie rebus dua jadi satu telurnya 4 ya teh (tetehnya bengong 3 menit)
Kami mendengar kabar ada rekan kami yang ngedrop, maka kami memutuskan
untuk menunggu, selang beberapa jam, tepatnya jam 7 sebagian dari kami
memutuskan untuk mencari kendaraan sewaan ke kota kuningan, Alhamdulillah,
berhasil dapat elf untuk disewa sampai Jakarta. Setelah semua rombongan
lengkap, kami menuju Jakarta jam 11 malam. Oh iya, soal pak dadang, karena pak
dadang memilih untuk membawa bung rhoma, pak dadang harus menggendong bung
rhoma dari pos 4 ke pos 1, dramanya lengkap, karena pak dadang harus extra
tenaga dan kesabaran demi kesemalatan bung rhoma, sesampainya pak dadang di
tempat mobil elf, beliau curcol “aduh tau gitu tadi saya yang bawain tas mas
miki ya, saya nyesel deh, yang ada sekarang saya pegal pegal gendong bung
rhoma” saya hanya tersenyum datar, dalam hati saya…”gpp pak..kan ada dhicky”
dan saya kaget sekali karena ternyata bung rhoma tidak memberikan tip lebih ke
pak dadang…
Kuningan – Jakarta 23.00 – 03.46 03.46 tiba di UKI, erik saya dan taufiq berpisah disini, saya
mendapatkan taxi terlebih dahulu, mereka baik sekali mau menunggu saya.
Sepanjang UKI – SCBD, saya mengaktifkan ponsel saya…hanya ada satu sms…dari
provider kartu saya…nawarin promo…promo mulu yang ditawarin, kapan nawarin masa depan yang pasti sama
kamu?
Sungguh, perjalanan ke gunung ceremai benar benar kembali menghidupkan
semangat saya. Special thanks buat mak geboy yang udah ajak saya…next
trip…Gunung Sindoro Sumbing…