Tuesday, 18 November 2014

Mendaki Ceremai, melepas ingatan tentangmu...






“Dan kita akhiri perjalanan cinta kita di bulan ini, October…setelah masing-masing kita mencoba segala cara untuk tetap berdiri bersama, mencoba utuh dalam satu, mencoba bersama, namun sudah cukup airmata, sudah cukup tekanan jiwa, kita berdua….kini jiwa yang merdeka”

Berawal dari postingan salah seorang teman pecinta alam di halaman facebooknya berupa sepasang HT yang akan dia pergunakan saat mendaki di Gunung Ceremai, Cirebon Jawa Barat, hati saya berkata “this is it…saya harus mulai bisa mencari kesibukan yang kembali membuat saya larut dalam kebebasan dan ketenangan untuk jangka waktu yang lama, bukan sementara, bukan pelarian, bukan dengan cinta yang baru, bukan pula dengan orang yang bilang I love you…(terima kasih mak geboy…perjalanan ke gunung ciremai ini, membangunkan kembali jiwa petualang saya yang sempat tertidur lama *prikitiiiiiiiw).

Seperti biasa, saat hobby berganti, alat pendukung hobby bisa dipastikan pindah ke dimensi lain dan tak bisa ditemukan kembali, kali ini menimpa ransel dkk. Setelah hampir 3 tahun menghabiskan liburan dengan passport dan Negara yang membuat dompet tipis sepulang liburan, saya kembali berniat naik gunung dan tanpa menunggu lama, setelah jam kerja saya langsung mendatangi toko penjual alat-alat berpetualang. Saya memilih toko dikawasan Cipulir, Jakarta Selatan untuk membeli ransel 75 liter yang nantinya akan menemani saya mendaki Gunung Ceremai.

(Gunung Ceremai, seringkali secara salah kaprah dinamakan "Ciremai") adalah gunung berapi kerucut yang secara administratif termasuk dalam wilayah tiga kabupaten, yakni Kabupaten Cirebon, Kabupaten Kuningan dan Kabupaten Majalengka, Provinsi Jawa Barat. Posisi geografis puncaknya terletak pada 6° 53' 30" LS dan 108° 24' 00" BT, dengan ketinggian 3.078 m di atas permukaan laut. Gunung ini merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat.

Gunung ini memiliki kawah ganda. Kawah barat yang beradius 400 m terpotong oleh kawah timur yang beradius 600 m. Pada ketinggian sekitar 2.900 m dpl di lereng selatan terdapat bekas titik letusan yang dinamakan Gowa Walet.

Kini G. Ceremai termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), yang memiliki luas total sekitar 15.000 hektare.

Nama gunung ini berasal dari kata cereme (Phyllanthus acidus, sejenis tumbuhan perdu berbuah kecil dengan rada masam), namun seringkali disebut Ciremai, suatu gejala hiperkorek akibat banyaknya nama tempat di wilayah Pasundan yang menggunakan awalan 'ci-' untuk penamaan tempat.) sumber: Wikipedia.


Kamis malam, 09 October 2014
Seperti biasa, saya selalu menguhubungi salah seorang sahabat saya, kklejid saat saya melakukan ritual packing, bukan apa-apa, saya itu suka ga tanggung-tanggung kalau packing, suka ga bisa bedain mau ke puncak gunung atau mau ke atau mau ke st. peter, baju yang dibawa bisa buat porter atau bellboy melotot keberatan saat angkat tas saya hehehe, beruntunglah sedikit demi sedikit kebiasaan itu hilang. Sambil terus packing, kklejid tak berhenti memberi wejangan ke saya apa yang boleh dilakukan di gunung yang konon kabarnya sangat angker tersebut dan yang tidak boleh dilakukan, dan seperti biasa: “ingat ya mbok, ga boleh ngomong F word, MF word endersa endersu. (angker mana ama jalanin hubungan tapi ga punya quality time? Hah? Hah? Angker mana coba? *usapairmatapakeujungdaster). Selesai packing, saya mencoba tidur, mencoba mengistirahatkan isi kepala agar berhenti bertanya…”salah saya apa ya sampai dia tega begitu…” akhirnya saya terlelap dalam gelap.

“Kembali mencoba menggapai mimpi dengan asa yang kehampaan, merindukan tenangnya tersenyum dalam dekap kenyamanan, cinta… walau akhirnya dipaksa terjaga dalam satu hentakan bernama realita…kita berdua…kini sudah tak ada “kita” diantara kita”


Jumat Malam, 10 October 2014
Greg:  “are you sure?”
Saya:  “yup”
Greg:  “balik utuh ya, kan mau nemenin saya mancing di pulau seribu”
Saya:  “hahaha…oke boss” jawab saya sambil memasukan kapak lipat kedalam keril
Greg: “mau kemping atau cari bushmeat sih? Bawa alat algojo gitu” tanyanya sedikit protes melihat kapak yang saya bawa.
Saya: “just in case ada abg abg berdarah yang bikin emosi, kan ga perlu banyak omong tinggal tebas” jawab saya asal
Greg: “hahahaha sakit jiwa”

Greg…
Kita hampir pacaran, tipe orang yang suka muncul disaat yang tepat dan menghilang disaat tidak tepat, Indo, 185cm, cut, muscle, brainy, good looking, gaynizer, mapan, sedikit bangsat, hobby mancing dan segala sesuatu yang berbau taruhan.

Greg: “harus ke gunung ya biar lupa sama dia?” tanyanya menyelidik
Saya: “Kepo nih yee..ini bukan dalam rangka melupakan or melepas galau, udah lama aja ga angkat ransel”
Greg: “ga mau angkat yang lain aja mike?, ucapnya sambil kasih kode begituan”
Saya: “hahaha…nice try…jadi mau anter atau ga? Tanya saya
Greg: “alrighty…abis naik gunung gimana?, (tetap usaha ya  nih kunyuk satu)
Saya: “teman-teman saya sudah kumpul pastinya, ayo turun. Saya menarik lengan kekarnya agar cepat menuju lobby

Sepanjang perjalanan menuju terminal kampung rambutan kami tidak banyak bicara, sesekali dia mengusel ngusel rambut saya dan masih aja usaha supaya saya berubah pikiran, dia khawatir katanya, khawatir kalau victoria beckham bakal digigit binatang liar (sebuah alasan murahan berdasarkan usaha akan niat tertentu yang sama sekali tidak cerdas…cih). Saat mobil yang kami tumpangi hampir memasuki kawasan terminal, greg sempat bertanya, sebuah pertanyaan yang membuat saya meremas topi yang saya bawa…

Greg: ”masih kepikiran dia ya?” tanyanya datar namun dalam
saya membalas pertanyaan dia dengan pelukan selamat tinggal dan ucapan terima kasih sudah diantar dan dibantu packing, saya tidak berani memandang mata berwarna coklat muda itu, khawatir dia melihat ada bentukan airmata yang terbendung dimata saya…
dalam hati saya bergumam, ”kepikiran? Kepikiran?” ya menurut loe aja greg *tendangjaguarnya.

Orang yang pertama yang saya jumpai adalah andhika, lalu tante lin, arin, doris, raja (zzzz ada cerita tentang dia nanti…bukan romansa, tapi bikin emosi jiwa) mak ade, seorang teman lama yang karena dialah saya bisa bergabung di perjalanan ini. Lalu berturut turut taufik, erik, yudi dan doris. Tak ketinggalan alm. Bang muchtar, R.I.P man.

Soto Ayam Gerobakan, Bus AC Alam, Copet Dalam Bus, Drama supir dalam kota…
Setelah berkenalan dengan beberapa pendaki dan bertukar kabar dengan teman lama yang bertemu kembali di terminal kampong rambutan, saya, tante lin, arin pun sepakat untuk isi perut dulu di soto ayam sekitar terminal, soto ayamnya lumayan, setelah kenyang, kami kembali ke meeting point, bersiap siap menuju bus yang akan membawa kami ke kota kuningan, jawa barat , saya memikirkan bus ac yang tenang, jok kulit khas bus antar kota yang siap mengantar mimpi dalam panjangnya rute yang ditempuh hingga terjaga dengan senyum dan badan yang fit setelah tenaga terisi, tapi kenyataan berbanding terbalik dengan keadaan wahai pembaca yang budiman, sesampainya kami di shelter bus yang ke arah kuningan, yang kami jumpai adalah: bus butut dengan cat yang sudah tidak jelas warnanya, berikut calo dan entahlah siapa itu laki-laki lain yang bergerombol disekitar bus sibuk dengan lembaran uang dan tiket lusuh…apa? Kondektur? Ya mungkin saja, seingat saya mereka tetap ngotot minta IDR.60.000 untuk sekali jalan ke dari terminal kampong rambutan ke kota kuningan, saya dan beberapa teman menunggu komando dari mak geboy dan doris, setelah mereka deal, berangkatlah kami menuju kota kuningan dengan bus ini…bismillah..saya menyusupkan doa dalam langkah pertama saya menuju bus.

Menunggu dengan kantuk dan lelah, berharap supir bus secepat mungkin menggerakan mobil ini menuju kota tujuan ternyata sama dengan “berharap mantan pacar minta balik” MUSTAHIL..karena setelah menunggu satu jam dalam terminal, 46 menit diluar terminal, 1 jam depan pintu tol, dan 32 menit seberang terminal, barulah bus ini membawa kami meninggalkan terminal kampong rambutan, meninggalkan sejenak beban pikiran saya di Jakarta, membawa saya ke tempat baru yang saya harapkan dapat setidaknya menipiskan sedih saya.

“Waktu perlahan maju, malam kian larut, dan kuhabiskan setiap menitku dengan sesalku, ah seandainya saja kita tidak pernah bertemu, isakku, perlahan berlalu”

Taufiq rekan saya tertidur pulas menikmati angin malam dari kaca samping jendela sebelah kanan saya yang terbuka, disamping taufiq ada beberapa abg-abg jenis terong terongan yang konon baru kali ini hendak mendaki gunung, (sangat terlihat dari gayanya yang lebih cocok dipakai saat berkunjung kerumah sanak saudara dikampung saat lebaran a.k.a rapi jali). suasana dalam bus pun tidak bisa dikatakan hening, music dangdut khas pantura terus menjerit jerit dari soundsystem bus yang cukup untuk membangunkan warga sekampung, tapi herannya semua penumpang terbuai mimpi, saya mencoba terbuai juga, tapi apa dikata, kursi plastik bus ac by nature ini membuat panas pantat saya, belum lagi bonus nyamuk yang tiada puasnya gigit kanan gigit kiri, taufiq lelap dalam mimpi, dan disaat saya hampir mencapai buaian surgawi dengan iringan musik dangdut yang terdengar sampai bus sebelah, kondektur bus membangunkan kita semua: “kita akan memasuki kawasan Palimanan, (Palimanan adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat) jangan terlalu nyenyak tidurnya, kawanan copet mau naik!!! Bangun bangun, bangun dulu kang, mas, mang, sus, shay (boong ding, dia ga bilang shay hehehe) “kampret” saya mengumpat, semoga beneran copet ya, kalau sampai becanda, saya jorogin nih kondektur, saya menggerutu, saya hampir saja, hampir satu centi mencapai mimpi, mimpi duduk diatas seng panas…tetapi, apa yang diperingatkan kondektur bus benar adanya, tidak lama bus berhenti dan terdengar gedoran dipintu belakang, naiklah 3 orang cungkring dengan gaya busana yang seolah olah berteriak kepada penumpang yang terkantuk kantuk “HELLOOOOOOW, copet nih, kacamata hitam ala rapper yang tetap dipakai saat waktu menunjukan pukul 3.00 W.I.B, t-shirt warna hitam, celana panjang kargo gombrong yang menyebar aroma anti nyamuk alias bau sangit, dan sepatu canvas yang pastinya tidak pernah mengenal kata-kata “CUCI DULU YUK SHAY”. Trio copet ini maju ke barisan depan, menghampiri teman saya doris, bahkan ada satu yang konon sempat megang-megang doris, pahanya pula, (OMG, kenapa bukan saya aja sih yang digrepe grepe? Kurang apa saya pet? Saya udah pake celana pendek, udah waxing, udah mandi kembang, udah makan kembang, ga pake celana dalam, kenapa pet? Kenapa? *sambitchanel).

Saya hanya memperhatikan sebentar, saya malah sibuk dengan nyamuk keparat dan…ya Tuhan ingin rasanya saya keluar dari jendela karena pantat saya makin panas dan tepos, soal copet, Insya Allah aman, saya belum ambil uang tunai, yang saya bawa hanya rindu, cinta dan niat tulus *dijoroginpembacakeluarbus.

Sampai di Palimanan, saya berpikir kalau siksaan pantat panas membara kursi bus neraka selesai, alias bisa cari angkot lalu menuju terminal maja, ketemu dengan pak ranger, istirahat makan siang, bobo siang, nonton dvd, trus ke PS beli cemilan #eaaaaa…trus menuju pos satu gunung ceremai a.k.a pos apuy trus manjat deh.

Tetaaaaaaaapi…eits…ternyata belum selesai dramanya, setelah hampir putus asa dengan beberapa supir angkot yang minta harga tinggi, akhirnya kami dapat juga supir angkot yang deal dengan harga IDR. 200.000, supir ini bilang dia hapal jalan dan paham betul seluk beluk kota ini dan pastinya terminal maja tujuan kami. kang jaha namanya, nama panjangnya…jahanam raya…

Angkot kang jaha (sebutlah namanya begitu, dan tunggu sampai selesai ceritanya) membawa kami ke terminal MAJA terminal tujuan meeting point kami dengan mang kacang, (supir yang akan membawa kami ke posko apuy). Selang 15 menit perjalanan menuju terminal MAJA, saya dan beberapa kawan merasakan kejanggalan, kok kita malah menjauhi gunung Ceremai ya, salah satu kawan , doris memastikan ke kang jaha, kalau kita salah jalan, kang jaha tetap pada pendiriannya, setelah satu jam mencari arah yang tak pasti (kayak hubungan saya kemarin gitu sih..ga jelas mau kemana, jadinya putus deh) akhirnya erik dan taufiq berinisiatif buka google map, kang jaha tetap membawa kita menuju terminal yang ternyata adalah terminal MAJALENGKA, pantes aja ga ketemu, lha wong itu dua tempat yang berbeda, dan berlawanan arah, setelah tahu ternyata dia salah, dia hanya komen: “saya kan supir baru, bukan dari daerah sini, wajar ya kalau saya kesasar, ya kenapa juga namanya maja sama dengan majalengka, kan saya ga tahu”
Saya: “nah akang bilang tadi katanya hapal jalan disini, gimana sih?
Kang Jaha: “ya itukan tadi sebelum kesasar”
Saya: *&%$#^&*
apa coba namanya kalau bukan jahanam raya?

Terminal Maja, 11 October 2014, 11.00 W.I.B
Bertemu kang kacang, salah seorang rekan ranger yang akan membawa kita ke pos apuy. Beliau sudah siap dengan mobil pick-upnya di terminal Maja (Kecamatan Maja adalah salah satu kecamatan di Kabupaten Majalengka. Kecamatan Maja terletak di bagian transisi antara wilayah Tengah dan Selatan Kabupaten Majalengka. Kecamatan Maja memiki batas wilayah dengan: Utara : Kecamatan Sindang, Kecamatan, Sukahaji, Kecamatan Cigasong dan Kecamatan Majalengka. Selatan : Kecamatan Bantarujeg dan Kecamatan Banjaran. Barat : Kecamatan Majalengka dan Kabupaten Sumedang. Timur : Kecamatan Argapura.)
Selesai dengan belanja perbekalan di minimart yang berdiri persis didepan terminal maja, mobil pick-up kang kacang langsung membawa kami ke rumah pak dadang, (ranger senior yang meninggalkan saya hanya demi penyanyi dangdut cap jenggot yang akhirnya malah menyusahkan pak dadang…ahahaha sukurin!)
Makan Siang dan PHP...                                                               Setibanya dirumah pak dadang, kami disambut beliau dengan sukacita, makan siang sudah disiapkan beliau, berikut bekal kita selama di puncak Ceremai nanti (ayam goreng, oreg tempe, nasi putih), saya yang sudah sangat senang bertemu beliau, harus mengeluarkan kata kata mutiara khas saya “MotherFucker” karena demi melihat bentuk ransel saya yang sebesar kulkas dua pintu lengkap dengan drawer portable dikiri kananya, pak dadang tega meninggalkan saya, pak dadang memilih dia, pria berjanggut yang saat itu memang dandanannya lebih sengkrilip dari saya, lebih silau dari matahari diatas Banjarmasin jam 2 siang saat kemarau, pake jeans baru, earphone baru, kacamata rayban yang huruf A nya ada dua setelah huruf B RAYBAAN, gaya bicara bak saudagar berlian lagi cari tanah di daerah sukabumi plus cari selir selusin, (apalah artinya saya, yang saat itu cuma pake: t-shirt hugo boss putih, short pants Balenciaga, sepatu bally, topi ben Sherman dan gelang chanel, itu semua ga laku mik disini, mati aja loe sana) sambil menunggu pengganti pak dadang yang mulai ikrip sama bung rhoma, saya dan kawan kawan naik ke pick up mang kacang (saya kadung sebel ama pak dadang jadi ga sempat nanya: “eh kang, kok namanya kacang? Kenapa ga talas aja? Kan lebih keren tuh, dipanggilnya bisa taro, or talce? Aseli ga sempat, padahal pengin banget). 6 menit menunggu porter pengganti, doa pun tak putus putusnya saya panjatkan, agar ada pria gagah perkasa dari desa manapun itu yang akan membawakan kulkas dua pintu saya sampai ke pos 5 nanti, kalau tidak ada, terpaksa belati saya keluarkan dan pak dadang saya sudutkan pada pilihan sulit, bawain ransel saya atau istrinya tidak bisa lagi merasakan kenikmatan dunia. Tuhan memang baik, munculah ia, pria muda dengan tinggi sekitar 175cm, otot khas pemuda daerah pemain sepak bola dan olahraga lainnya, kulit sawo matang, garis wajahnya indo  (bayangin aja mukanya rasya anaknya tamara blez) namanya dikih…saya pun otomatis memanggilnya DHICKYYYYYYYYYYY…thanks God udah nyelamatin kaki dan punggung saya…(duh dick map ya kerillnya berat, atau dadang aja yang bawa kita gandengan tangan sampe puncak? Aku ada kitkat grinti sama asinan kulit buaya buat kita suap suapan dipuncak. gtu kira-kira gumaman saya setelah melihat dicky eh dikih)

October 11th 2014, 13.00 – Pos Apuy dan sampah…           Setelah perhentian pertama dengan pick-up kang kacang, kami melanjutkan perjalanan menuju pos 1 apuy dengan berjalan kaki melewati perkebunan sayur petani setempat, shalat dzuhur dan mengumpulkan air kami lakukan sebelum mulai mendaki, saat musim kemarau seperti ini, akan sulit menemukan sumber air minum dijalur pendakian nanti. Belum sempat kaki ini menapaki jalur pendakian apuy, ada yang aneh dan bikin darah tinggi, jack…sampah dimana mana ya di pos 1 apuy ini, belum lagi warung yang berdiri di lokasi pos 1 ini seolah cuek dengan keadaan setempat, “peduli amat ama sampahnya, yang penting pendaki jajan, beres”, gtu kira-kira kali ya pikirnya, OMG...ada lagi…harga tiket masuk Taman Nasional Gunung Ceremai tertera IDR. 5000, tapi kami diminta membayar IDR. 20.000 per kepala, ckckckck..saya curiga mereka mengenali celana Balenciaga yang saya pakai itu, atau memang mereka mendadak aja naikin harga? Males nanya, liat sampahnya makin males. Liat dicky aja deh biar seneng. 
Pos 2...Jalur menuju pos dua kontur alamnya sama persis saat kita menuju desa cibeo baduy dalam banten, bukit dan ilalang sepanjang jalan, beberapa kali melewati tanjakan kecil, lepas 30 menit dari pos 1, kami tiba di pos 2, ngemil buah pear yang dibawa seorang kawan sambil mengatur nafas dan mengencangkan kaki kembali, disini stamina kawan kawan saya masih ok. Berlalu 15 menit di pos 2, kami melanjutkan perjalanan menuju pos 3. 

Pos 3...Kawasan hutan mulai rapat sepanjang jalur menuju pos 3, saya, dhika, dorris dan gheboy menembus rimbunnya hutan dengan keheningan, sesekali kami berhenti untuk mengatur nafas atau sekedar membasahi tenggorokan dengan air, sambil sesekali memantau rekan kami yang masih dibelakang, saya baru sadar, dicky meninggalkan saya jauh didepan, duh terserah deh yang penting keril aman ya dick. Belum lagi sedih lihat banyak sampah tercecer sepanjang jalur…tiba-tiba...ini dia nih, gantungan botol mineral isi urine atau plastic isi sampah sepanjang jalan dan tergantung dipohon. Konon ada mitos yg bilang kalau di Gunung Ceremai kita ga boleh kencing langsung ditanah, but guys, come on, your pee? In the bottle? Plastic bottle? Come on lah, better pipis biasa aja dan doa minta selamat, selesai. Ga bikin sampah, ga ninggalin limbah, percaya adat dan peraturan setempat itu harus, tapi yang bagaimana dulu, kalau yang begini sih ga harus diikutin. Tolol namanya
Tepat pukul 14.48 kami tiba di pos 3, doris dan dhika tiba terlebih dahulu, disusul saya dan gheboy, sambil melepas lelah, tongsis timeeee…dicky pun sudah menanti dengan ekspresi wajahnya yang seolah olah menyesal tadi bergabung dipendakian ini, apalagi harus bawa lemari. Saya pura pura ga liat, sibuk foto 
Pos 4...Mendaki hingga sudut 45 derajat kami lalui menuju pos 4, vegetasinya pun mulai rapat, suasana mistis makin terasa, dibeberapa bagian hutan malah gelap dan tak tertembus cahaya matahari, saya malah menikmati moment ini, menikmati setiap langkah yang saya jajaki, merasakan sedih yang mengalir keluar dari keringat, mencoba melupakan dia, melupakan semua, mencerna kejadian dan semua yang sudah kami lalui, hingga akhirnya saya dan kawan kawan tiba di pos 4, kembali, kami beristirahat menikmati coklat dan cemilan lainnya, sambil berdiskusi akan buka tenda dimana, mengingat dari info yang kami dapat di pos 3, bahwa ada dua orang kawan kami yang kondisinya sudah drop, maka akhirnya diputuskan kita akan berkemah di pos 5 saja, karena untuk menuju pos 6 atau goa wallet, dibutuhkan kondisi fisik yang stabil dan fit. tak lama dicky muncul, wajah imutnya berganti dengan wajah orang yang mau mati, saya mikir…ada apa sih didalam keril saya, oooh baru ingat!!! Saya bawa 3 lensa tele hahaha duh tanpa pikir panjang saya pindahkan lensanya ke tas punggung saya, senyum dicky pun kembali. Lepas 23 menit beristirahat, kami melanjutkan perjalanan menuju pos 5, sayup sayup saya dengar dicky kembali bernyanyi nyanyi, hahaha boro-boro tadi mau nyanyi ya dick, mau nafas aja susye
Pos 5...Alhamdulillah…kami tiba di pos 5, saya, doris, geboy dan dhika, disusul taifiq dan yang lainnya, saat itu waktu menunjukan pukul 5 sore, dan dicky dengan wajah hampir putih pun muncul hahaha saya feel guilty. setelah menerima kembali “lemari” saya dari dicky, saya membongkar ransel dan mengeluarkan isinya, saya baru ingat ada: tenda kapasitas 4 orang, bahan makanan untuk dua hari yang disiapkan geboy dan lin, down jacket yang beratnya sekilo, sleeping bag dua buah, baju buat 3 hari, cemilan seberat 6 kilo, 2 matras, beauty case dan 6 liter air, sekilas saya menangkap ekspresi terkejut dari wajah dicky yang kalau diartikan dengan kata kata: “BITCH!!! OMG THAT’S A LOT OF SHITTTTT IN YOUR BLOODY BAG!!!!WTF!!!…duh aa dicky maaf ya, ace hardware pindah ke punggung kamu tadi, tar aku kasih kitkat rasa belacan deh
Lepas magrhib angin dingin di pos 5 makin terasa kencang, team konsumsi mulai memasak dan menghangatkan makanan, arin menggoreng cireng, gheboy membuat soto, lin menghangatkan dendeng, dhika buat air panas, seruuuuu…saya sibuk comot kanan kiri dan buat api unggun bareng ranger dan dicky setelahnya. Tepat pukul 7 semua anggota kami lengkap, termasuk dua orang teman kami yang tadi sempat ngedrop, menjelang tidur, saya meracuni kawan kawan dengan marshmallow bakar, hehehe senangnya mereka suka. Dan tidak berapa lama, satu persatu kawan saya masuk ke tenda untuk beristirahat, saya pun tak ketinggalan, baru 18 menit terpejam, mendadak ada suara dangdut dari speaker rombeng persis dari tenda sebelah, astagaaaaaa…keterlaluan, perlahan saya bisiki mereka, ralat…lalu saya pun teriak: “WOOOOOOOOOY BERIIIIIIIISIIIIIIIK” manjur…speaker rombeng itu pun berhenti..dengan kata kata pengantar “oh punten a punten, maaf maaf silahkan tidur lagi a”
Dag dug dag dug dag dug srek srek ctang ctung dag dug dag dug…saya terjaga..grrr ini apalagi ya? Astagaaaaaa…oh ternyata ada rombongan baru datang dan motongin kayu bakar tepat disamping tenda ditepi telinga saya, suaranya riuh rendah, cenderung berisik, karena rupanya mereka memotong kayunya bukan dengan kapak, tapi dengan mulut, ga heran berisik, dari dalam tenda saya menawarkan niat baik: “saya ada belati yang buat misahin tulang sama daging dan kapak lipat, belum dipake, ada yang mau nyoba?” ga lama mereka berhenti, kami melanjutkan tidur lagi…tapi…
Kebakaran…kebakaran…kebakaran…(saya nangis perlahan, Gusti nu Agung mau tidur aja kok yo koyo ngene, *kunyahmelati) demikian seruan itu terdengar berulang-ulang, bukannya kami tidak peduli, tapi mengingat itu jam 3 pagi dan gelapnya medan juga area yang tidak kami kenal, kami memilih menunggu para ranger yang langsung lari mendaki puncak untuk memadamkan api, agar tidak menjalar kemana mana. Entah karena terlalu lelah atau dingin yang teramat sangat, kami pun kembali tertidur.. ih kesannya ga peduli ya ama kebakaran, aduh maaf ya, tapi kita semua mendoakan biar apinya cepat padam dan tidak menjalar kemana mana kok. amin
Minggu, October 12th 2014 Puncak Ceremai, mistis yang harus diluruskan dan Ego...Minggu pagi yang cerah, dari dalam tenda saya yang berisi: saya, taufik dan doris, terdengar suara rekan rekan cantik kami yang tengah membuat sarapan diluar, Alhamdulillah, senang rasanya bisa istirahat walau nyaris pake belati yang buat tulang semalam. Arin memberikan saya roti isi dan teh hangat, yang lain saya lihat tampak berkemas menuju puncak. Tepat pukul 6 kami mulai mendaki puncak, padahal ya rencananya tuh jam 4 pagi ahahaha ya gimana dong jam segitu masih pingsan. Yang namanya menuju puncak itu ga mudah, dan gunung ceremai termasyhur dengan jalur menuju puncaknya yang cihuy, oh iya pastikan tidak naik ke puncak gunung ceremai dalam keadaan belum sarapan, bahaya, jalurnya terkadang menanjak cenderung merangkak dipenuhi jalur terjal yang lumayan licin meski saat itu bukan musim penghujan, tetap saja saya terjungkal dengan sukses beberapa kali. Satu jam mendaki kami tiba di pos 6, ini yang membuat saya kembali jengkel, entah berawal dari mana, mistis yang mengatakan, bahwa tidak boleh membuang air seni atau kencing ditanah, bisa kualat, walhasil, sepanjang perjalanan menuju pos 6 juga banyak sekali sampah botol mineral berisi urine yang tergantung, tergeletak dan teronggok disetiap pojok batu menuju puncak ceremai, ini harus segera diselesaikan, lama kelamaan gunung ceremai bisa penuh dengan limbah urin yang tersimpan di wadah plastic…sungguh jorok sekali. Saya yakin sebenernya dedemit gunung sini juga udah jengkel sama kelakuan orang-orang tolol ini, udah mit, sentil aja tititnya klu masih jorok, karena pasti cowok, umm klu cewek gimana caranya masuk ke botol coba? Okelah..ga usah detail…
Pos 6 atau goa Walet di lereng gunung ceremai (berada di tepi jalur pendakian berjarak sekitar 200 meter ke bagian atas dari titik pertemuan antara jalur pendakian dari Apuy, Kabupaten Majalengka dengan jalur pendakian dari Palutungan, Kabupaten Kuningan. Tepatnya berada di titik ketinggian sekitar 2.950 meter di atas permukaan laut, bagian barat daya lereng puncak Ciremai) disinilah awal dari kebakaran tadi pagi, menurut petugas pengelola pendakian Ciremai jalur Palutungan Endun Abdulah, dan petugas pengelola jalur Apuy Indi, kebakaran hutan di Goa Walet itu, mulai terjadi sekitar pukul 3.00 W.I.B dan sudah berhasil dikendalikan serta dipadamkan total oleh para pendaki dan ranger setempat pada pukul 5.00 W.I.B dari keterangan setempat, asal usul api kebakaran hutan perdu di area tersebut berasal dari perapian api unggun pendaki yang ditinggalkan begitu saja, atau bisa saja puntung rokok yang menyulut tanaman atau belukar kering sehingga membesar terkena angin. Namun, sejauh ini pihak pengelola pendakian jalur Apuy mapun Palutungan serta pihak BTNGC, menyatakan tidak sampai mengetahui pendaki atau kelompok pendaki pembuat api unggun biang terjadinya kebakaran tersebut. Ini adalah pelajaran buat kita semua agar lebih berhati hati dan bertanggung jawab pada daerah yang kita kunjungi, jangan sampai kita merusak apalagi menghancurkannya dengan kebodohan yang tidak seharusnya terjadi. Dan juga beberapa nisan in memoriam rekan-rekan yang gugur saat berjuang menuju puncak gunung ceremai, doa kami selalu untuk kalian.


Tepat pukul 09.00 saya tiba dipuncak, menikmati kebesaran ilahi, sungguh ceremai, kecantikanmu mengagumkan, keindahanmu diketinggian jawa barat ini tak tertandingi. Terima kasih telah menyambut kami dengan cuaca cerah. Puas bermain main di puncak ceremai, kami kembali turun ke pos 5, sebagian dari kawan kawan ada yang melihat mampir ke pos 6 atau goa wallet, saya memilih langsung turun ke pos 5.

Palutungan, Jalur Peri dan indahnya sunyi                                                                                           Setelah menerobos belukar dan semak yang lumayan lebat, rombongan kami tiba dijalur resmi palutungan, saya duet dengan erik, setelah erik siap dengan GPSnya, saya siap didepan dengan belati dan kapak lipat dipunggung, kami berdua langsung tancap gas buka jalan, sebagian kami habiskan berlari menuruni jalur yang lebih hijau dari jalur apuy, mungkin karena hutannya lebih rapat dan lebih banyak pohon. Setelah dua jam menuruni puncak, saya dan erik beristirahat sejenak, baru saja kami hendak membuka bekal…jreeeng..mata saya menangkap papan peringatan “dilarang berhenti terlalu lama dijalur ini” tanpa ba bi bi saya dan erik kembali tancap gas, setelah menemukan pos yang lumayan terang, kawasan terbuka, kami berhenti sejenak, tak lama doris pun muncul, melepas tegang dan lelah bersama, menyenangkan.
Perjalanan turun masih berlanjut, kali ini saya tercengang dengan jalur yang cantik, lepas dari pos 5 ada jalur yang kurang lebih mirip wedding isle, bayangkan Edward Cullen and bella swan (versi sunda boleh, pake blangkon dan kebaya) nah kiri kanannya hamparan bunga daisy, dibingkai pohon perdu setinggi orang dewasa, bagai labirin alami membingkai jalur, kurang lebih 30 menit panjangnya, dan harum…saya suka jalur palutungan, cantik dan..edward Cullen pake blangkon (tuwi uwi uwit, tuwi uwi uwit backsound resto sunda)

Lepas pos 2 kaki saya mulai mengunci, mau copot rasanya, belum lagi cadangan air yang mulai menipis, saat saya dan erik juga doris mulai lunglai, sayup sayup erik mendengar suara motor, ahaaaa…semangat yang erik berikan membuat saya dan dorris kembali bertenaga, kami langsung kembali fit, menyusuri jalan dengan semangat baru, tidak berapa lama….horeeeeeeee…hampir pos 1.
Meninggalkan kawasan hutan dan memasuki perkebunan penduduk, saya erik dan doris sempat berfoto dengan bantuan seorang adik yang baik hatinya dan bagus fotonya. Tanpa menunggu lama, kami menuju pos 1 palutungan, bersih bersih dan indomie rebus dua jadi satu telurnya 4 ya teh (tetehnya bengong 3 menit)
Kami mendengar kabar ada rekan kami yang ngedrop, maka kami memutuskan untuk menunggu, selang beberapa jam, tepatnya jam 7 sebagian dari kami memutuskan untuk mencari kendaraan sewaan ke kota kuningan, Alhamdulillah, berhasil dapat elf untuk disewa sampai Jakarta. Setelah semua rombongan lengkap, kami menuju Jakarta jam 11 malam. Oh iya, soal pak dadang, karena pak dadang memilih untuk membawa bung rhoma, pak dadang harus menggendong bung rhoma dari pos 4 ke pos 1, dramanya lengkap, karena pak dadang harus extra tenaga dan kesabaran demi kesemalatan bung rhoma, sesampainya pak dadang di tempat mobil elf, beliau curcol “aduh tau gitu tadi saya yang bawain tas mas miki ya, saya nyesel deh, yang ada sekarang saya pegal pegal gendong bung rhoma” saya hanya tersenyum datar, dalam hati saya…”gpp pak..kan ada dhicky” dan saya kaget sekali karena ternyata bung rhoma tidak memberikan tip lebih ke pak dadang…


Kuningan – Jakarta 23.00 – 03.46                                                                                                               03.46 tiba di UKI, erik saya dan taufiq berpisah disini, saya mendapatkan taxi terlebih dahulu, mereka baik sekali mau menunggu saya. Sepanjang UKI – SCBD, saya mengaktifkan ponsel saya…hanya ada satu sms…dari provider kartu saya…nawarin promo…promo mulu yang ditawarin, kapan nawarin masa depan yang pasti sama kamu?

Sungguh, perjalanan ke gunung ceremai benar benar kembali menghidupkan semangat saya. Special thanks buat mak geboy yang udah ajak saya…next trip…Gunung Sindoro Sumbing…