Friday, 18 April 2014

Bali
mcky 2009
Lewat Senja di Pantai Padang-Padang
J...
Dia:     “ Ada pantai bagus namanya Padang-padang…mau coba kesana?
Saya:  “ Boleh, tempatnya masih sepi ya, daerah Pecatu kan?
Dia:     “ Yup...teman-teman surfing saya bilang amazing beach, 
Saya:   “ sounds great"
Dia:     “ ready?"
Saya:   membalas dengan anggukan

mcky 2009
Kami menginap di Kuta, saat itu menuju pantai Padang-padang masih terbilang sulit, banyak yang belum tahu lokasinya, setelah melewati Denpasar lalu bypass Jimbaran, mobil yang dia bawa  langsung menuju Garuda Wisnu Kencana, atau lebih terkenal dengan singkatan GWK. Setelah melewati pintu masuk Pecatu Indah Resort di jalan raya Uluwatu, tepat dipersimpangan jalan, mobil kami langsung mengarah ke kawasan Labuhan Sait, Bingooo…sebuah papan petunjuk arah bertuliskan: “Padang-Padang Beach – Labuhan Sait Pecatu” dan tidak berapa lama kami pun tiba di Pantai Padang-padang. Jarak yang kami tempuh dari arah Denpasar menuju Pantai ini kurang lebih 33KM, hampir satu jam perjalanan. Lahan parkir yang tersedia masih berupa lapangan luas, tapi jangan salah, hanya 2 mobil dan 6 buah sepeda motor yang terparkir disini, dalam hati saya bergumam: “asyik sepi…bisa focus deh nanti pacaran maksudnya foto-fotonya hehehe *dikeplak pembaca..

mcky 2009
Setelah menyiapkan keperluan memotret dan cemilan juga air minum, kami berjalan menuju pantai, ga heran group band Michael Learns To Rock bikin video klip disini tahun 1996 silam, tempatnya memang kece, “pintu masuk” pantai berupa goa berdinding tebing karang yang menurun dan sudah bertangga semen, sempitnya celah yang terbentuk secara alami ini, membuat kita harus memiringkan badan jika berpapasan dengan pengunjung yang akan pulang dari arah yang berlawanan, karena hanya itulah akses menuju pantai Padang-Padang, saat tengah konsentrasi menuruni anak tangga, dia memecah kesunyian tebing: “nanti ada yang mau aku bicarakan” ucapnya, ada sedikit ragu dari intonasinya. “oke” jawab saya datar.




mcky 2009
Selesai menuruni anak tangga melalui celah tebing, kami pun disambut pemandangan Pantai yang benar-benar berbeda dengan pantai lainnya di Bali, pecahan batu karang yang terhampar dan cekungan karang dibibir pantai menjadikan keindahan tersendiri untuk pantai yang telah terkenal dikalangan turis mancanegara karena ombaknya yang dahsyat, cocok untuk mereka yang hobi berselancar. Tebing batu yang membentengi beberapa bagian pantai pun sangat cantik. ditambah sedikitnya jumlah pengunjung yang datang, kesunyian di pantai ini semakin saya nikmati






mcky 2009
Dia:     “see…amazing right?”
Saya:   “this is more than amazing…
Dia:    “aku foto ya, kamu jangan jauh-jauh, signal hp disini jelek, kalau mau dekat-dekat juga it’s ok”
Saya:   “hehe take your time, aku sebelah sana ya, btw tadi mau bicara apa?
Dia:     “nanti setelah kita hunting foto, ok kid”
Saya:   “yes daddy”
Dia:     “hahahaha be good then”

Kami pun berpisah sementara, begitulah bule, tau aja tempat bagus, dia dapat info mengenai tempat ini dari teman-temannya sesama photographer. 




Pantai Padang-padang memang menawarkan pemandangan yang luar biasa, jernihnya air yang terlihat pada genangan diatas cekungan karang, tebing-tebing yang menjulang, celah-celah batu yang membingkai panorama dibeberapa sudut pantai, sungguh mahakarya Tuhan yang harus dijaga keindahan dan kebersihannya, beruntungnya kami, karena saat itu baru terdapat satu warung yang buka, jadi keramaian khas urban people didaerah pantai belum didapati (music dustak dustak dan riuh rendah suara orang yang memesan ini itu). Menyusuri pantainya pun kita akan menemukan kecantikan yang terbentuk alami, lubang-lubang berisi air laut disepanjang pantai sangatlah indah, siluet awan sore dan semburat merah dilangit terbiaskan pada beningnya air yang tertampung didalamnya. Sungguh saya ingin berlama-lama disana, hanya suara ombak dan kadang suara rombongan burung laut yang banyak terdapat disekitar tebing pantai.


mcky 2009


mcky 2009
Tak terasa waktu pun merangkak menuju senja, langit Padang-Padang melukiskan bentangan yang maha indah dariNYA dan tenggelamnya matahari diujung pantai ini menambah sederet pujian dalam hati saya .

Dari kejauhan saya lihat sosok yang saya kenal berlari menghampiri saya, “saya mau main air ya, titip kameranya, or wanna join? Kita bisa simpan kamera kita diatas batu itu” ucapnya riang seraya menunjuk batu karang besar” “no no saya jagain aja hehehe too risky, beside saya lupa bawa baju salin hehehe my bad” jawab saya. “ah it’s ok kid, or kamu pakai celana ganti saya saja, biar nanti celana yang saya pakai main air saya keringkan dulu sebelum pulang, come on mike, “ucapnya setengah memaksa. “saya fotoin kamu saja, sekalian latihan motion orang, kan selama ini saya lebih sering foto monyet hahaha” jawab saya seraya tertawa lepas. “hahaha alright then, you’re the boss” ucap dia sambil setengah berlari menuju pantai, saya hanya bisa memandanginya sambil tersenyum.


6.30 sore
puas bermain air dipantai, dia menghampiri saya seperti anak kecil yang habis dibelikan mainan, “any idea mau makan dimana? Tanya dia sambil membersihkan pasir yang menempel dicelana surfingnya, “seafood fiesta di Jimbaran? Or warung made?” jawab saya spontan. “let’s find some place with candle light over the menu, hahaha ucap dia sambil mengusapkan tangannya yang penuh pasir ke wajah saya, (kalau dia ngusapin pasirnya sekarang mungkin saya gampar hehehe) “Italian food?” saya mengajukan ide, “perfect” jawabnya singkat. Selesai dengan semua kegiatan foto-foto di Pantai Padang-Padang, kami pun menuju parkiran. 

mcky 2009

mcky 2009

Ada suatu perasaan unik saat kita menapaki tangga-tangga diantara goa dan tebing-tebing ini saat matahari telah tenggelam, suasananya seolah-olah kita dalam suatu petualangan film-film action yang tengah mencari harta karun, harus penuh ketelitian, selain cahaya matahari yang meremang, jika salah menginjak anak tangga, alih alih sampe keatas, kita bakalan terpeleset dan jatuh, jadi harus diingat jangan sampai terlalu lama dipantai setelah sunset, karena anak tangganya akan tidak terlalu jelas terlihat. 
Belum lagi kami sampai diujung anak tangga, dia menghentikan langkahnya dan berbalik,

Dia:  “saya diminta balik ke HO, jangan marah, emailnya sudah lama, tapi saya kemarin menimbang-nimbang terlebih dahulu soal itu, due datenya minggu depan” ucapnya sambil memandang saya, saya sempat diam sejenak…

Saya: “and?” itu saja kata yang keluar dari mulut saya, rupanya inilah sebab dia berubah dua bulan belakangan.

Dia: “saya memutuskan untuk kembali kesana, but kamu bisa ikut, saya sudah pikirkan Itu juga”

Saya: “to be honest, saya senang kamu menawarkan itu, tapi saya tidak bisa meninggalkan Jakarta,  ada beberapa yang harus saya selesaikan, saya juga baru kembali kan. Kamu berapa lama disana?

Dia:    “umm..for good mike” nadanya melemah

Saya: “oh…well...(ingin rasanya saya gigit dinding karang disebelah saya, sambil teriak: "Gooooo Awaaaaay theeeen!!!") to be honest, ini yang saya khawatirkan, kita akan berjarak dan ada  perbedaan waktu diantara kita, dan itu terjadi sekarang. btw kamu ga bisa nunggu sampe kita makan ya? Or at least di mobil bicaranya, kaki saya digigitin nyamuk, dan…kita orang terakhir lho ditempat ini hehehe", ucap saya. (suasana sudah semakin gelap, belum lagi saat itu kami tepat berhenti ditengah goa, bukan aura romantis yang saya rasakan, tetapi mistis abis.) 

Dia: “hahaha sorry mike, ok ok” jawabnya sambil menunggu saya naik dan membantu menuntun tangan saya agar tidak salah injak anak tangga. (Dengan perasaan galau dihati macam abg alay kehabisan pulsa dimalam minggu, kemungkinan saya nyusruk amatlah besar, boro-boro ngeliat jalan didepan, jalan kehidupan saya aja rasanya tak berarah abis diajak ngomong dia *Tsaaaah Elaaah *minta ditoyor, hehehe dan untung ama dia jalannya, kalau ama teman saya, udah pasti disukurin deh klu kesandung hehehe)

mcky 2009

Langit semakin gelap, kami pun meninggalkan Pantai Padang-padang dengan perasaan campur aduk dihati masing-masing, walau kami juga senang karena telah menemukan spot bagus untuk fot



Jauh didalam hati saya, rasa deg-degan itu semakin kuat. Sepanjang perjalanan menuju Kuta kami bicara panjang lebar..dan hingga

Saya: “kamu harus beli koper baru sepertinya, koper yang lama rodanya rusak” ucap saya

Dia:  “sekalian sama kamu juga ya, jawabnya dengan nada penuh harapan.

Saya: “untuk kamu aja”  jawab saya tanpa berani melihat kearah dia

Dia:  “please mike, kamu pikirkan dulu baik-baik, visa kamu masih lama kan? Bisa susul setelah ok hehehe, ucap dia sambil menjewer kuping saya (kampret, sakit juga ternyata)


Saya:  “saya pikirkan dulu”, jawab saya sambil mengacak rambutnya yang masih berpasir 

Dia:   “hahaha that’s my boy”

Saya: “heyyyy sounds like I’m your dog”

Dia:   “well, if the shoes fit mike hahahaha

Tiga minggu setelah Bali, Tiga minggu setelah pelik berpikir, akhirnya saya tidak pernah menggunakan visa saya untuk menyusul dia, ada nada kekecewaan saat ia menghubungi saya melalui telepon, dan ada pertanyaan yang terus berulang, “why mike?”

Semenjak kami berbeda waktu, kiriman foto-foto dari tempat dimana dia bertugas selalu saya terima. kadang komunikasi kami hanya sebatas email, seringnya ia ke lokasi terpencil dan project yang dikejar waktu, menjadikan kami larut dalam kesibukan masing-masing. 

mcky 2009


12 Tahun Berlalu...

December 2013
Akhir tahun 2013 saya habiskan liburan di Bali bersama dia yang baru, dia yang datang setelah dia yang lama berlalu. Saat tengah menyusuri hiruk pikuknya jalan di Seminyak, telpon genggam saya berbunyi, satu nama dari masa lalu saya muncul;

Dia:     
“Heyyyyyyyyyy mikeeee, are you in Bali? I’m in Bali too, I thought I saw you in Seminyak street, holly molly Kid..!!! just stay where you are, saya balik ketempat kamu tadi, you have no idea how I miss you” klik telponnya langsung ditutup.
belum selesai degup jantung ini berpacu dengan kilasan masa lalu, sebuah pertanyaan menarik saya kembali ke masa kini

Awab: 
“who’s that?”

Saya:
Saya lupa jawaban saya saat itu, yang masih saya ingat dengan jelas, saya salah masuk kedalam  kios, harusnya kios pedagang minuman, tapi saya malahan masuk ke kios tato sambil teriak: "Teh botol dong satu, yang dingin please!!!!

*udah pernah dipelototin orang yang badannya kekar lagi buat tato belum? saya udah...







Monday, 14 April 2014

Baduy, December akhir 2012


“Terkadang Cinta harus ditempa dalam sepi, rindu dikuatkan dalam sendiri dan rasa percaya diuji dalam jarak” (MCKY)

Suatu sore di Jakarta menjelang tahun baru 2013,

Awab: “kamu gak papa kan malem tahun baruan sendirian? Atau kamu bisa balik ke Menteng atau sama teman-teman kantor kamu aja tahun Baruannya”
Saya: “saya ke Baduy ya, gimana?”
Awab: “mau nguatin jimat ya? Hehehe, sama siapa?”
Saya: “sendiri”
Awab: “are you ok?”
Saya: “saya kirimin fotonya nanti, take care ya, good luck with your event there, keep in touch”
Awab: “kabari saya ya kamu jadinya kemana, jangan aneh-aneh ke Baduy, lagi musim hujan, ok? Kok diam?
Saya: “i’m nodding”
Awab: “ yo wis, take care ya.. ay lop yuh” (cieeee elaaaah)
Saya: “ay lop yu puuuuul” (prikitiiiiiiiiiiiiiw)

Klik...sambungan telepon antara saya dan dia terputus, hmm...hari itu December 28 2012, dia tengah tugas negara ke Batam, ada wong sugih disana yang mengawinkan anaknya, sebagai penghulu, eits maksudnya WO, dia melakukan tugasnya untuk membantu mengatur acara pernikahan keluarga tersebut dan pastinya demi berlian yang sekarang menemani saya nulis jurnal terntang perjalanan saya ke Baduy ini hehehe..

Minggu, 30 December 2012
07.00 Pagi, saya sendirian di rumah, teman-teman sudah punya rencana sendiri-sendiri untuk malam tahun baruan, hmm jangan sampe saya niup terompet sampe jontor besok malam sendirian, apa kata orang rumah a.k.a orang belakang (saya lagi males pulang ke Bogor, hmpfh biasalah males dengan pertanyaan basi dari tetangga, udah 2013 nih, kapan kawin? Males kaaaaaan...emangnya kalau saya kawin harus bilang-bilang, lha wong baru pacaran aja namanya sudah cinta terlarang, gimana kalau kawin? Apa namanya? *emosi, okeh lanjut. Tanpa banyak pertimbangan saya ambil tas kamera,saya  isi semua perlengkapan kamera kedalam tas lalu saya pandangi setelah selesai packing, wah wah wah keren banget nih keliatannya, saya pun coba memakai tas tersebut dan ternyata..buseeeeeet beraaaat bangeeeeet, macam bawa babi hutan dewasa setengah sadar dipunggung (kalau si bagong digendong dalam keadaan isdet lebih berat, eh kok jd babi sih?). tapi demi tidak melewatkan moment di Baduy nanti, saya rela membawa peralatan itu semua dan artinya harus membawa traveling bag untuk bawa pakaian (karena pergi sendiri tanpa teman2 centil jadi saya hanya bawa pakain secukupnya  hehehe).


Photo courtesy of wikimapia.org

Stasiun Tanah Abang
Selesai dengan packing yang hanya memakan waktu satu jam, saya segera meluncur ke Stasiun Kereta Tanah Abang, sebuah kenangan terlintas disana, kenangan akan saya dan beberapa sahabat sebelas tahun yang lalu, moment dimana saya bertemu mereka, moment dimana kami masih... ah sudahlah, daripada mengundang kepo dari pembaca yang kurang kerjaan, kita lanjut lagi...oke? sampai Stasiun Kereta Jam 09.00 Pagi, suasana khas stasiun sudah mulai terlihat, apalagi saat itu menjelang tahun baru, otomatis penuhnya cihuy abis (plus muka-muka mencurigakan dari para pencopet, jadi saat momen seperti ini kita harus tetap waspada ya). Setelah tiket ditangan, saya menuju peron tujuan saya, HP saya bergetar, saya buka sebuah pesan SMS masuk dari teman saya Molina Silalahi, Bandar Tupperware Se Sumatera Utara, isinya: “min, (min, kependekan dari mimin, sarimin, panggilan sayang dari teman-teman dikantor saya, cih) beneran ke Baduy? Hati-hati ya min” saya balas dengan pesan singkat (Molina adalah salah satu teman backpacking saya,  kami sempat satu kantor, sayang dia memilih pulang ke Medan untuk membantu usaha keluarga, niat yang patut diacungi jempol, walaupun resikonya buat dia adalah: peluang mendapatkan jodoh jadi sangaaaaat keciiiil sekali karena disana minim lelaki yang sesuai kriteria dia, *bah makanya jangan ketinggian laeeee hehehe peace mol)

Kereta Api
Setelah berusaha masuk kedalam kereta yang penuh dengan calon penumpang yang sangat agresif, saya berhasil mendapatkan tempat duduk yang nyaman...lebih tepatnya duduk dilantai gerbong kereta hehehe, maklum, saat itu kereta tujuan Rangkasbitung memang masih kelas Ekonomi, jadi begitulah adanya. Setelah dua jam menempuh perjalanan, kereta sudah memasuki daerah Rangkas, saya sempat tertidur tapi merasakan suatu kehangatan yang menjalar keseputar bokong yang saya duduk dilantai, apakah gerangan? Setelah saya tengok ke sumber kehangatan, rupanya ada anak kecil yang lagi pipis dibelakang saya, ibunya cuek ngupil, bapaknya mangap dibuai alam mimpi, bah...apa mau dikata, saat itu saya hanya bisa senyum-senyum sendiri, (boong sih, saya pelototin itu anak, sambil misuh-misuh dalam hati: kampret)

Sekitar jam 13.15 kereta tiba di Stasiun Rangkasbitung, keramaian khas pasar yang membaur dengan hiruk pikuk stasiun menjadi satu, bahkan lokasi terminal yang tidak jauh letaknya dari stasiun, membuat keramaian dan tentunya kemacetan makin menjadi jadi. Terdorong hasrat ingin pipis, saya pun berlari mencari toilet umum yang searah dengan terminal. Tepat didepan WC umum, saya bertemu lagi dengan si anak kecil yang tadi pipisin saya dikereta, “ih lucu banget deh kamu”, begitu sapa saya ke dia...(*bohong banget, padahal melototin lagi hehehe)

Photo Courtesy of cocoalhilal.wordpress.com
Terminal Rangkasbitung
Terminal Rangkasbitung, dulu mobil angkutan suzuki elf jurusan Rangkasbitung – Ciboleger (Desa base pertama di kawasan Baduy Luar) banyak terdapat di pintu keluar stasiun, tapi sekarang kita harus naik angkot terlebih dahulu ke terminal luar, saya lupa namanya apa, tapi ongkos yang saya keluarkan saat itu 3000 rupiah dari terminal Rangkasbitung ke terminal tersebut. Sesampainya di terminal, saya langsung menuju mobil elf jurusan Ciboleger, beruntungnya saya, jumlah penumpangnya tidak terlalu banyak, jadi saya bisa simpan tas kamera yang beratnya sudah bikin punggung ini mati rasa macam melihat undangan kawin dari mantan  pacar di kursi sebelah saya. Baru saja saya merasakan kenikmatan dunia sesaat, naiklah dua orang pemuda masa kini, yang kalau dilihat dari penampilannya, mereka hendak pulang ke kampung dari Jakarta, dan dari aroma parfum yang dipakainya, sepertinya mereka hendak bikin mabok orang satu kampung, karena baru beberapa menit disamping mereka, saya jadi ikutan wangi, mana baunya kayak kuburan baru...tepatnya bau kembang tujuh rupa, ditambah kaca jendela yang ikutan manja, kacanya hanya bisa dibuka setengah, saat itu saya hanya bisa berdoa, semoga mereka turun secepatnya, atau saya tidur secepatnya, tapi sayang...Tuhan ingin mereka menemani saya yang terjaga sepanjang perjalanan sampai Ciboleger.

Ciboleger
Sesampainya di Ciboleger, saya yang nyaris pingsan karena aroma kembang setaman  dua sekawan tadi akhirnya bisa menghirup udara segar, hujan yang merintik seolah menyambut saya kembali disini, tahun 2005 yang lalu saya terakhir kesini.

 “Dan sedih itu menyeruak bagaikan pencuri ditengah malam, datang tanpa permisi”

Photo courtesy of: umahbadak.blogspot.com

Saya pandangi sekeliling terminal Ciboleger tersebut, kilasan moment saya dan teman-teman  beberapa tahun yang lalu keluar, kami berkumpul didepan tugu, spanduk bertuliskan nama rombongan kami, senyum dan tawa kami mengisi siang yang terik, juga pelukan erat penuh keakraban antar sahabat yang saat itu terjalin, lalu semua itu berlalu, berganti dengan hilangnya kontak diantara kami, dan tugu selamat datang khas Ciboleger masih kokoh berdiri, seolah olah memandangi dan bertanya: “mickey, mengapa kali ini datang sendiri?” Dalam hati, saya pun hanya bisa bertanya sendiri...tanpa pernah bisa menjawab lagi

“Teman datang dan pergi
“Sahabat tetap menemani
“Jarak tak akan berarti
“Karena sahabat tercipta dalam hati

Hujan makin deras, saya pun berlari menuju rumah makan Ibu Haji, rumah makan yang sudah ada sejak pertama kali saya ke Ciboleger, tahun 2001. Satu hal yang membuat saya betah dan senang untuk datang kembali, Ibu selalu mengingat saya, hafal dengan nama saya, dan ingat saya makan apa aja walau banyak pengunjung lain yang juga makan hehehe. Setelah bertanya kabar dan bersalaman, lalu si Ibu pun bertanya:  “den miki kok sendiri? Mana teman2nya? Kok jadi sendiri-sendiri sih ka Baduynya, bulan lalu si anu juga sendiri, awal tahun lalu si ono juga sendiri, pada sibuk ya? Ibu memberondong saya dengan pertanyaan yang hanya saya jawab dua kata: “oh ya?” dan saya langsung mengalihkan pertanyaan ibu, ngeles macam bajaj belok diperempatan, saya alihkan pertanyaannya ke makanan, selain itu saya juga memang lapar, dan harus secepatnya ganti celana, karena limbah kebocoran dari pipa si anak lucu dikereta siang tadi, mulai mengeluarkan aroma yang tak kalah aduhaynya dengan aroma khas sang duo pemuda maut sebelumnya...




“kembali menapaki jalan ini
“rasakan jejak dalam memori
“mengingat senyum dan tawa dalam imaji
“sekilas rindu menyeruak dalam hati
“akankah mereka kembali?

Hujan masih turun, jam di arloji saya menunjukan waktu 17:02, saya harus segera naik ke Gazebo, Desa Baduy luar, perjalanan yang bisa ditempuh dalam waktu 45 menit saat cuaca cerah, bisa saja jadi lebih lama karena hujan, belum lagi saya harus meminta izin terlebih dahulu kepada Jaro di Ciboleger, jarak dari rumah makan Ibu Haji ke rumah Jaro tidak terlalu jauh. Saat hendak membayar makanan, saya berkenalan dengan satu rombongan yang hendak merayakan tahun baru di Baduy Dalam, mereka cukup kaget begitu tahu saya datang sendirian, (hehehe jangankan sampean, lha saya juga kaget bisa nyampe sini sendirian) dan kami pun bersama-sama menuju rumah Jaro untuk izin menginap di wilayah Desa Gazebo (baduy luar) dan Desa Cibeo (baduy dalam). Perizinan selesai, kami langsung menuju Desa Gazebo.

“Disini ditepi batas
Menyapa tanpa semangat
Baru kali ini maksa bawa tas
Yang beratnya teramat amat sangat”



Katakanlah saya drama, tapi sepanjang perjalanan menuju Desa Gazebo saya habiskan dengan menikmati kesunyian berteman perkebunan dan bukit tanpa banyak bicara dengan rombongan, mungkin mereka pun berpikir saya mau cari jimat atau pengasihan, pakaian serba hitam, muka ditekuk, lebih banyak diam, sedikit senyum dan lebih banyak berhenti setiap ada pohon besar, tapi jujur, itu semua karena saya sebenarnya ingin sekali melempar tas kamera saya yang beratnya mungkin sama dengan anak yang tadi pipisin saya di kereta (*masih dendam), saya berhenti di pohon besar untuk sandaran, sedikit senyum karena saya sudah ga tahan dengan beratnya.


Setelah hampir pengsan karena tas saya yang makin memberatkan hidup saya, yang beratnya macam memaksakan hubungan walau situasi dan kondisinya sudah semakin parah (ih kok malah ke perasaan sih?) lalu Pucuk dicinta ulam tiba, Aldi, seorang kawan lama saya dari Baduy Dalam datang, melihat Aldi seperti melihat awab didalam butik Prada saat end of season sale, dibayariiiin horeeee (oops) maksudnya...karena Aldi akan membantu saya menghandle tas keparat itu dengan senang hati, begitu tas berpindah punggung, saya pun langsung jepret kanan jepret kiri, langsung ikrib satu persatu dengan teman-teman satu rombongan, walau sekilas saya sempat lihat Aldi kerepotan dengan tas berat itu hehehe maaf ya di jadi ngerepotin.

Satu jam lamanya perjalanan yang kami tempuh menuju Desa Gazebo dari Ciboleger, sambil beristirahat dirumah salah satu penduduk yang sudah saya kenal lama (dan jadi tempat menginap saya dan teman-teman), saya dan Aldi ngobrol ngalur ngidul, herannya aldi tidak menanyakan hal yang ditanyakan Ibu haji sebelumnya; kenapa saya datang sendiri?mungkin aldi sudah tahu,  atau mungkin Aldi sudah hapal, kalau temannya yang dari Jakarta ini memang sudah ga waras hehehe..atau mungkin aldi lelah karena tas keparat itu...



Gazebo
Setelah mandi dan bersih-bersih, saya memberikan bekal yang saya bawa untuk dinikmati bersama dengan rombongan saya dan tuan rumah, kehangatan dan kebersamaan selalu tercipta pada saat makan malam dengan gaya ngariung (ngariung: bahasa sunda, artinya berkumpul bersama sama, biasanya membentuk suatu lingkaran dengan posisi duduk bersila untuk lelaki dan bersimpuh untuk perempuan) menu kita malam itu, sarden masak cabe ijo dan indomie rebus telur ancur lebur, dengan nasi yang beraroma harum khas Baduy, Alhamdulillah, nikmat sekali rasanya. Selesai makan, kami keluar dan duduk santai ngobrol ngibril di teras rumah panggung khas Baduy, memandang langit berpurnama, berhias kabut tipis sampai terus mengantar malam yang semakin larut. 



Setelah puas bercengkrama, kami pun masing-masing berpamitan untuk beristirahat, saya tidak tidur cepat malam itu, kepala saya kembali memutar kenangan saat saya dan teman-teman saya dulu disini, ah seandainya saja saat ini bersama mereka, pasti ada tawa menjelang tidur, ada canda pengantar mimpi...dan pastinya ada orang teriak: “WOOOOOOY BERISIIIIIIIIIIIK!!!!” oh iya, malam itu juga saya berulang tahun...Cuma jangkrik dan serangga malam yang memberi selamat ke saya dengan untaian orkestra khas suara malam mereka. Yang di Batam sepertinya lagi ngomel-ngomel karena hp saya mati kabeh hehehe




Jembatan Bambu
Kokok ayam kampung Jantan bersahutan dengan Kokok ayam hutan jantan, saya pun bergegas keluar rumah, menjelang matahari terbit adalah saat yang tidak boleh dilewatkan di Desa Gazebo, asap-asap yang mengepul anggun dari tiap biliki dan atap ijuk rumah penduduk, menjadi kecantikan tersendiri dikala pagi, siluet pohon dan tiang rumah menambah keindahan alami. 



Suatu keharusan bagi saya untuk mendatangi jembatan bambu yang terkenal di Gazebo karena pembuatannya yang dikerjakan dalam waktu singkat, dan tidak menggunakan paku, hanya bambu, pasak kayu dan ijuk sebagai penguat, benar-benar menakjubkan. Pemandangan sekitar jembatan sangat indah dari sisi manapun, dari arah Gazebo ke arah sebrang sungai kita dapat melihat deretan lumbung yang berjajar rapi ditiap undakan bukit, dari arah lumbung ke Gazebo kita dapat melihat atap-atap rumah dan kabut pagi, tetaaaaapi jangan iseng ya motoin orang-orang yang mandi, apalagi melihat secara sengaja penduduk setempat tengah beraktivitas di sungai, selain ga sopan, bisa kena kualat, ga mau kan lensa tele 200-400 nya tiba-tiba jadi lemper? , jangan ya, HARUS Menghormati adat istiadat setempat, simplenya: TAHU DIRI.

Selain Pemandangan alam, disekitar jembatan akan kita jumpai penduduk yang lalu lalang untuk kegiatan sehari-hari dari rumah ke ladang, ke hutan atau ke desa sebelah, itu pun menjadi daya tarik tersendiri untuk saya, keramahan mereka, dan tradisi yang tetap berjalan menjadikan tempat ini harus tetap lestari dan terjaga selalu, sayang...saya kaget bukan kepalang, saat itu mulai banyak sekali sampah plastik bekas pembungkus makanan dibeberapa tempat, mulai dari bekas mie instan sampai permen...hmm...bahkan saya lihat botol bekas air mineral pun terlihat mengapung di Sungai (jika saya bersama teman-teman dari picnicholic dan kempingcukstaw, saya yakin tanpa banyak ba bi bu mereka akan memunguti sampah tersebut)


Desa Cibeo
Setelah puas mengabadikan moment dan memaki dalam hati melihat sampah yang mulai berceceran disekitar jembatan bambu, saya kembali kerumah untuk menyiapkan sarapan dan perbekalan untuk dijalan nanti. (tanpa bermaksud tinggi hati) beberapa kantong plastik isi sampah yang sempat dikumpulkan saya titipkan ke pemilik rumah, akan saya bawa pulang kembali ke Ciboleger saat kembali dari Cibeo, desa tempat tinggal Aldi dan keluarga besarnya di Baduy Dalam.
Saya sangat menikmati kesunyian yang menemani saya dan Aldi menuju Desa Cibeo, kebiasaan saya saat melakukan tracking, hiking atau sekedar jalan menyusuri hutan, selalu memilih jalan didepan, bukan apa-apa, selain bisa leluasa mengabadikan pemandangan sekitar, waktu istirahat pun jadi lebih lama saat menunggu teman-teman lain menyusul. 




Hampir dua jam kami berjalan menyusuri hutan, bukit dan ladang, suasananya mulai berubah, banyak bukit yang mulai gundul, saya sudah bisa menebak kenapa sampai gundul, kebutuhan akan kayu yang sangat tinggi menjadikan beberapa orang membabat hutan tanpa memikirkan akibatnya, dan rasanya cape ya kalau harus bahas ini...



Setibanya di Jembatan pembatas antara Baduy Luar dan Baduy Dalam, saya dan Aldi berhenti menunggu rombongan, saya turuni jejakan batu menuju sungai, menceburkan diri disana, sejuk sekali rasanya, hilang semua lelah yang menempel dikaki, aldi pun melakukan hal yang sama. Setelah rombongan tiba dan beristirahat, kami sempat duduk-duduk sebentar mengumpulkan tenaga, karena didepan sana, tanjakan cinta menanti kami, ada yang juga menyebutnya tanjakan Allahu Akbar, karena posisinya yang sangat menanjak dan medannya yang sangat licin dikala hujan dan membuat orang (muslim) yang menapakinya akan teriak: “Allahuuuuuuuuuuuu Akbaaaaar Ya Allah” hihihi tapi jembatan ini jugalah yang dapat menguji kesetiaan dan cinta, lho kok? Begini ceritanya, dulu saat saya masih bawa rombongan penikmat alam hehehe, ada dua sejoli yang sejak dari meeting point kami di halaman parkir Masjid Pondok Indah, mereka selalu PDA (Public Display of Affection) makan suap-suapan, keringetan usap-usapan, minum pun saling tuang-tuangan, entahlah, apa saat mereka kembung juga mereka akan kentut-kentutan hehehe, singkat kata, romi dan juli versi penikmat alam menghadapi tanjakan cinta, sang romi berada didepan sang juli, saya tepat berada didepan sang romi, setelah mendaki setengah tanjakan, juli tampak mulai gak kuku, juli pun teriak manja: “mas...bebih, ayang...aku ga kuat...tarik aku dong...aku ga bisa nih kayaknya...saya mesem-mesem sambil mikir, ih mesranyaw aw aw aw...dan menunggu balasan si mas romi yang juga mulai keliatan senen-kemis nafasnya, saya sudah menduga, si mas akan mengulurkan kegagahannya maksud saya tangannya ke juli, tapi yang terjadi sungguh diluar dugaaan,alih-alih menolong, si romi malah menjawa: “aduuuh kamu tuh nyusahin banget sih, gak liat saya juga susah payah? Cinta sih cinta, tapi dengkul sama kaki saya ga kenal cinta, udah usaha sendiri deh” lalu si romi berkata ke saya: “mas tulung tarikin saya dong, saya udah ga kuat” huahahahahahahahaha saya ga bisa nahan ketawa, saya ngakak, si romi sih ga peduli, si juli ngomel-ngomel sambil jerit-jerit, begitulah, kadang cinta hanya dibibir saja ya... *jorogin romi ke sungai..

Menjelang Maghrib kami tiba di Baduy Dalam, Desa Cibeo, hujan masih terus turun, pemandangan khas desa Cibeo didepan mata saya, sebelum masuk ke desa, kita akan disambut kumpulang lumbung tepat di dekat gerbang desa, suasana mistis sangat kuat terasa disekitar lumbung yang dikelilingi hutan, namun setelah melewati itu, kita akan disambut jembatan bambu menuju desa, tepat dibawahnya mengalir sungai yang saat itu warnanya tetap jernih meskipun tengah hujan, tapi sayangnya jalan sekitar rumah penduduk menjadi becek karena tanah yang menjadi lumpur akibat air hujan yang turun dan bersatu dengan tanah, jika salah memilih batu pijakan, bukan tidak mungkin pantatmu akan mencium tanah.

Mini-Mart di Cibeo
Kaget, speechless saat saya melihat ada tukang jajanan aneka rupa tepat didepan rumah Aldi, ini baduy dalam, kenapa penjaja makanan ini berdagang disini? Tanpa bermaksud buruk, saya hanya sedih, dimana keaslian baduy dalam jika kita bisa menemukan permen atau makanan penuh gula yang mati-matian kita larang untuk keponakan atau anak teman kita di Jakarta tetapi disini, di Baduy Dalam, anak-anak ini dengan mudahnya mendapatkan cemilan tersebut, belum lagi bekas bungkusnya yang tercecer dimana mana. Apa yang saya dambakan tentang suasana di Baduy Dalam berubah perlahan, berganti dengan berjuta pertanyaan, dan yang paling sering terpikirkan adalah: “kenapa ada tukang jualan didalam?” don’t get me wrong, akan sangat senangnya saat kita berada ditempat yang terisolasi dengan suasana yang mendukung, kegelapan yang menenangkan, berbagi makan malam dan siang dengan lauk yang sama bersama penduduk dan makanan yang kita bawa, bukan dengan jajanan yang 24 jam ada di Baduy Dalam. Tanpa bermaksud merendahkan atau tetap menginginkan mereka dalam keterbelakangan pangan, tapi saya pribadi akan lebih senang melihat anak-anak disini ngemil buah jambu atau pisang ketimbang mereka sibuk mengunyah jajanan ber-msg atau manisan penuh gula dengan warna semerah pewarna pakaian. Sedih? Saya sangat sedih.

00.0      01 Januari 2013
Happy Besday to me, saya masih menyimpan dan tetap membawa golok kecil pemberian seorang sahabat di Baduy Dalam, tak lupa dia pun mendoakan agar kehidupan saya nantinya jauh lebih baik dan selalu dalam lindungan Tuhan, Amin. Dan doa saya malam itu adalah: semoga Tuhan selalu menjaga keindahan daerah ini, menyentuh hati agar setiap pengunjung mau lebih sadar tentang pentingnya arti kebersihan, adat istiadat, dan arti kesederhanaan, buat apa memaksakan diri jauh-jauh datang ke Baduy dalam tapi masih memanjakan diri dengan atribut kota dan mengeluhkan semua keterbatasan yang ada didalam sini, percuma saja, lebih baik jangan kesini jika nantinya malah merubah tradisi yang ada.
Malam itu saya habiskan sendirian ditepian sungai dengan merendam kaki disungai menikmati senyap dan pekat sampai jam 2, bukan ngelmu ya, apalagi tapa, kaga di elmu-in aja dia udah klepek-klepek kok hahahaha


Setelah selesai sarapan, saya berpamitan ke Aldi dan beberapa sahabat di Baduy Dalam, saya menuju Gazebo, saya sempat bilang ke teman-teman saya, kalau saya akan ngebut duluan karena ga tahan buang hajat, walau sejujurnya saya ingin cepat-cepat kembali ke Gazebo, apa yang saya lihat di Baduy Dalam, benar-benar menyedihkan hati saya, semoga saja situasinya segera kembali seperti dulu.

Tepat tengah hari saya tiba di Gazebo, setelah mengambil “titipan” saya, saya pun menunggu rombongan, kurang lebih selisih perjalanan saya sekitar 30 menit dengan mereka, akhirnya kami berkumpul kembali dan bersiap menuju Ciboleger kembali, sambil packing ulang, saya sempatkan diri berkeliling ke sekitar Gazebo, menyaksikan anak-anak kecil bercengkrama, dan takjub sejenak melihat para ibu muda tengah menenun dengan peralatan tenun tradisional, dan benar-benar cantik hasil kainnya, saya sempatkan membeli beberapa untuk oleh-oleh teman di Jakarta. saat perjalanan menuju Ciboleger, Alhamdulillah, cuaca sangat mendukung, tidak terlalu panas dan cenderung berawan, maka waktu tempuh kami pun menjadi lebih cepat.




Kembali Ke realita
Kendaraan yang akan membawa kami ke stasiun Rangkasbitung sudah mulai memanggil-manggil kami, bergegas pamitan ke Ibu Haji pemilik rumah makan, berpamitan ke Aldi dan sahabt-sahabat dari Baduy dalam yang telah menemani kami selama kami di Rumah mereka dan tentunya sepanjang perjalanan yang kami tempuh, tanpa mereka, saya akan lebih sulit sampai kesana.

Lambaian tangan dan harapan mulia dari Aldi agar saya kembali ke Baduy perlahan hilang seiring lajunya kendaraan yang membawa saya dan rombongan kembali ke Stasiun Rangkasbitung. Sepanjang perjalanan kepala saya berpikir banyak hal;  Baduy Dalam, Sungai, tukang jajan, sampah-sampah disepanjang jalan, sesal tiada tara bahwa saya pernah menjadi orang yang mempromosikan Baduy hingga akhirnya Baduy ramai seperti sekarang. Doa saya, semoga kelak teman-teman yang hendak mengunjungi Baduy, dapat saling mengingatkan untuk tetap menjaga kebersihan dan tidak meninggalkan apapapun kecuali jejak kaki di setiap jengkal wilayah Baduy luar dan Baduy Dalam, karena kalau boleh meminjam motto dari commercial di TV yang sudah terkenal “Kalau Bukan Kita, Siapa Lagi?!”

Jakarta
Kembali di Stasiun Tanah Abang, sesook wajah yang sudah saya kenal sudah berada disana, celingukan penuh was-was dan harap, semoga saja yang dijemputnya tiba tepat waktu, begitu kira-kira penafsiran saya melihat dia, saya pun langsung teriak memanggil namanya; “KYUUUU KYUUUUU, WOOOOY Umar WOOOOY, hehehehe kayak mau nyopet aje celingak celinguk, nih tolong bawain ya Tasnya, lumayan deh tuh hehehe, umar dengan sigapnya menggendong tas saya, mukanya terlihat menahan berat, tapi tidak ada keluhan atau protes yang keluar dari mulutnya, melainkan beberapa pertanyaan, sebagian sepertinya “pertanyaan titipan” “ saya pikir mas becanda lho mau ke Baduy, ditanyain boss terus, hp mas kata boss mati ya?  Disana ga ada signal ya mas? Tidurnya gimana mas disana?” begitu kira2 tanyanya, saya jawab seenak jidat saya; “boro-boro signal, towernya aja kaga ada mar, klu hp saya idup trus jalan sendiri di Baduy sih serem ya namanya, tidur disana sama aja ama disini, sama-sama merem mar”,  umar hanya mesem-mesem, langkahnya menuntun saya menuju parkiran. Setelah didalam kendaraan, saya kembali terdiam, pikiran saya masih di Baduy Dalam...sekali lagi doa saya dalam hati: “semoga mereka yang akan datang ke Baduy sudah sadar lingkungan semua” sebelum umar banyak tanya lagi dan saya naik pitam, saya pura-pura tidur sepanjang perjalanan menuju rumah hehehe. Baduy...terima kasih atas perjalanan dan tempat tinggalnya, semoga kelak kita berjumpa lagi.

*Special Thanks buat Kang Aldi dari Baduy dalam dan rombongan teman-teman dari UGM yang saya lupa namanya, terima kasih sudah menemani saya dan menjadi teman baru saya, 

juga untuk teman-teman blogger yang namanya saya cantumkan pada photo:
Stasiun Tanah Abang, Stasiun Rangkasbitung, Terminal Ciboleger, kebetulan sekali saya belum charge kamera (kebiasaan yang jangan ditiru) jadi tidak dapat mengabadikan ketiga tempat tersebut.